
Simpang siur larangan mudik lokal membuat masyarakat semakin bingung. Tidak hanya itu, para pemimpin daerah pun dibuat kesulitan mengatur mekanisme pelarangan acara tahunan ini. Belum lagi istilah aglomerasi yang masih sangat awam walaupun sudah mulai muncul sejak tahun lalu ketika pulang kampung juga dilarang.
Kebingungan melanda warga yang harus beraktifitas di wilayah aglomerasi seperti bekerja, membeli kebutuhan pokok, berobat, dan urusan-urusan mendesak lain. Pemerintah berdalih tidak ada perbedaan antara mudik antar provinsi atau lokal. Karena pada dasarnya, apapun bentuk alasannya, tahun ini orang tidak boleh meninggalkan tempat kedudukan.
Rancu Implementasi Acuan Pulang Kampung
Event tahunan ini sepertinya bakal terus menjadi masalah selama pandemic masih ada. Tahun ini, pengaturan pergerakan orang diatur dalam Permenhub No. 13/2021. Secara umum, peraturan ini mengatur soal ketiadaan angkutan publik pada periode 6-17 Mei sehubungan dengan larangan mudik dari Pemerintah.
Tetapi justru inilah yang menjadi sumber kebingungan dan masalah. Pada pasal 3 ayat 3, secara umum dikatakan jika angkutan ditiadakan kecuali untuk kegiatan esensial serta bagi pejabat negara, termasuk juga di kawasan aglomerasi. Sedangkan di pasal 4, disebutkan kalau Jabodetabek masuk dalam wilayah ini.
Artinya, ketika ada exception untuk angkutan publik di wilayah Jabodetabek, maka larangan mudik lokal pun ikut dikecualikan atau bisa dikatakan tidak berlaku. Sementara Jubir Satgas Covid-19 RI mengatakan kemarin kalau semua bentuk pulang kampung dilarang baik dalam satu wilayah maupun lintas provinsi. Jadi, masyarakat tidak perlu bingung lagi.
Disisi lain, Pemda menjadi kewalahan tentang bagaimana memilah antara pemudik lokal dan bukan. Walaupun sudah jelas dikatakan oleh Jubir Satgas Covid19 jika transportasi untuk kegiatan esensial diperbolehkan, apa yang ada di lapangan tidaklah semudah itu. Misalnya saja adanya perubahan mendadak soal keputusan pengecualian larangan mudik aglomerasi.
Kesulitan yang mendera pemangku kebijakan di daerah adalah tentang memisahkan orang yang datang untuk bekerja. Satpol PP biasanya akan memeriksa surat tugas dari perusahaan, tetapi ini pun tidak ada sebenarnya dalam peraturan. Sehingga, apa yang dilakukan adalah mengandalkan insting saja.
Misalnya, jika ditemukan mobil yang membawa banyak muatan akan diberhentikan untuk diperiksa tujuan dan maksud perginya. Tetapi bagi pengendara motor, pemeriksaannya jauh lebih sulit. Sehingga diambil keputusan belum dilakukan pemilahan bagi pemudik roda dua.
Di Bogor, semua orang yang masuk akan diminta melakukan swab antigen. Namun kembali lagi, membedakan mana pemudik dan bukan sangatlah sulit. Tangsel berbeda lagi karena pemerintah daerahnya tidak mengambil langkah apapun.
Menurut Walikotanya, aturan ini sudah terlambat dan pengaturan di lapangan benar-benar sulit. Kebingungan di tingkat kepala daerah ini pun membuat bingung para petugas yang berjaga di lapangan.
Pusat dan Daerah Tidak Klop
Interpretasi soal larangan mudik lokal akhirnya berbeda-beda antara pemda satu dan lainnya. Sementara pusat bersikukuh bahwa itu dilarang. Tinggal masyarakat di wilayah aglomerasi yang bingung sendiri akan ikut aturan siapa. Pasalnya, keluar masuk tetap dihitung sebagai pulang kampung karena sulitnya menentukan jenis kegiatan warga.
Seperti di Solo misalnya, mudik lokal diperbolehkan setelah sebelumnya dilarang dan hanya mengizinkan wisatawan untuk masuk. Keputusan berubah-ubah ini membuat masyarakat menjadi ragu untuk bertindak ketika akan pergi. Contohnya adalah soal kepemilikan dokumen seperti SIKM, test antigen, dan juga surat tugas dari perusahaan.
Jika dari awal pusat dan daerah kompak soal hal ini, tentu akan lebih mudah menyampaikan informasi ke masyarakat. Disisi lain, warga juga siap dengan dokumen-dokumen pendukung jika misalnya mereka tetap harus melakukan mudik lokal. Pun bagi yang melanggar, konsekuensi yang bisa digerakan menjadi jelas dan tidak gamang.
Sementara itu, Sosiolog UNJ Ubedillah Badrun berpendapat kalau kebijakan ini tidak efektif untuk membatasi apalagi menghentikan kegiatan masyarakat. Pasalnya, penduduk di kelompok wilayah saling terkait dalam banyak aktivitas sosial sehingga pembatasan mobilitas menjadi aneh. Namun pusat tetap menganggap ini penting untuk mencegah penularan virus yang lebih parah lagi.
Sedikitnya ada 8 wilayah yang termasuk dalam aglomerasi yaitu Jabodetabek, Medan Raya, Semarang Raya, Bandung Raya, Yogyakarta Raya, Solo Raya, Surabaya Raya, beserta Makassar Raya. Skenario secara umum terkait pelarangan mudik lokal ini yaitu pemeriksaan di tiap-tiap pintu kedatangan, titik pengecekan dan penyekatan di kawasan kota. Karantina 5 hari pun juga diberlakukan.
Silaturahmi Tidak Terganggu
Sejak hari pertama mudik dilarang, sedikitnya sudah ada sekitar 23. 573 kegiatan memutar balik kendaraan oleh Polri. Ini harus dilakukan agar tidak ada carrier virus corona ke daerah-daerah tujuan sehingga menimbulkan klaster maupun lonjakan kasus. Seperti diungkapkan oleh Kemenkes bahwa varian baru India dan Afrika sudah masuk ke Indonesia.
Satgas Covid 19 RI meminta masyarakat untuk menanggapi positif peraturan larangan mudik lokal maupun lintas wilayah ini supaya penyebaran cepat berhenti. Ditambahkannya lagi bahwa semua aturan ini dibuat dengan juga mempertimbangkan soal sosial kemasyarakatan. Silaturahmi tidak akan terganggu dengan adanya platform digital sekarang ini.
Kontak fisik yang pasti terjadi dalam acara temu keluarga untuk sungkeman atau silaturahmi lain berpotensi menularkan virus. Potensi adanya transmisi sangat besar dan bisa memicu ledakan kasus. Indonesia tentu tidak boleh seperti India yang sangat kesulitan menghadapi badai corona akibat acara keagamaan terus menerus yang menimbulkan kerumunan.
Menurut Jubir Satgas Covid 19 RI, operasional kegiatan esensial tetap kondusif dan terkendali. Fasilitas umum di 30 provinsi yang termasuk menerapkan PPKM diperbolehkan buka dengan 50 persen kapasitas. Bagi aktivitas kesenian dan sosbud okupansi maksimal adalah 25 persen. Tentunya ini sudah cukup membantu masyarakat memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Larangan mudik mulai tanggal 6-17 Mei diharapkan menjadi langkah yang berhasil. Keberhasilan ini bukan hanya milik pemerintah pusat tentunya namun juga daerah. Yang terpenting adalah semua lapisan masyarakat. Mematuhi prokes adalah pilihan terbaik supaya terhindar dari tertular virus ataupun menularkan.
Yang terjadi sekarang adalah semuanya dikembalikan ke individu masing-masing. Ketaatan akan protokol kesehatan 5M yang menjadi kunci suksesnya semua langkah menghentikan persebaran virus di tengah event pulang kampung ini. Larangan mudik lokal memang tampak seperti dagelan karena tidak klopnya pusat dan daerah.
Sumber:
*https://ekonomi.bisnis.com/read/20210508/98/1391974/ini-pesan-buat-pemda-soal-transportasi-saat-larangan-mudik-lokal
**https://megapolitan.kompas.com/read/2021/05/08/06593351/larangan-mudik-lokal-jabodetabek-warga-dan-pemerintah-daerah-sama-sama?page=all