
Presiden Filipina Rodrigo Duterte menekan Pemerintah Amerika Serikat (AS) berhubungan dengan kesiapan vaksin Covid-19. Duterte ancam mengusir tentara AS bila tak dapat menyediakan 20 juta vaksin Covid-19.
Menanggapi kritik dari dalam negeri, Duterte memanfaatkan perjanjian militer sebagai alat barter untuk mendapatkan vaksin Covid-19 dari AS. Seperti kita ketahui, dua perusahaan AS memproduksi massal vaksin Covid-19, yaitu Pfizer dan Moderna.
Sekarang AS dan Filipina terikat kerja sama pakta militer VFA (Visiting Forces Agreement). Kerja sama itu sudah berlangsung lebih dari 20 tahun.
Di Balik Duterte Ancam Mengusir Tentara AS
Pada awal 2020 Filipina telah memberi tahu AS akan mengakhiri perjanjian VFA. Tetapi Juni lalu Duterte menunda rencana itu sebab mempertimbangkan perkembangan keadaan politik di kawasan.
Durtete menegaskan, AS mengetahui Visiting Forces Agreement telah kadaluarsa. Bila penghentian kesepakatan terjadi mereka mesti meninggalkan negara ini. Bila mereka tak bisa memberikan, malah cuma dengan sedikitnya 20 juta vaksin, lebih baik mereka hengkang. Tak ada vaksin, jangan tinggal di Filipina.
Juru Bicara Kepresidenan Harry Roque menerangkan, pernyataan Duterte tentang vaksin dan perjanjian VFA bukanlah tindakan untuk memeras AS. Tak ada yang salah dengan ucapan Presiden. Ini bukanlah sebuah pemerasan. Hal yang ingin disampaikan oleh Presiden ialah kita itu berteman, jadi mesti saling membantu.
Negara Filipina kehilangan peluang untuk mendapatkan 10 juta dosis vaksin Covid-19 dari Pfizer. Ini diduga karena kegagalan Menteri Kesehatan Filipina Francisco Duque terkait perjanjian pengungkapan kerahasiaan atas kesuksesan perolehan vaksin.
Tentara Filipina Divaksin
Sejumlah tentara dan menteri dikabarkan telah mendapatkan vaksin Covid-19, walau belum ada yang disetujui oleh Badan Pengawas Obat-obatan Filipina. Tak ada informasi vaksin buatan mana yang dipergunakan untuk vaksinasi itu.
Sementara itu regulator Filipina pun belum mengizinkan vaksin Covid-19 apapun. Jadi impor, distribusi, dan penjualan vaksin itu merupakan suatu tindakan ilegal.
Selama ini di Filipina cuma Pfizer yang sudah menyampaikan permohonan persetujuan untuk penggunaan darurat vaksin Covid-19. Sedangkan permohonan uji coba tahap akhir Clover, Johnson & Johnson, Gamaleya, dan Sinovac belum mendapat persetujuan.
Walau Duterte belum divaksinasi, tetapi ia tidak mempersoalkan adanya sebagian tentara yang telah divaksin. Duterte pun menyatakan, sesungguhnya telah banyak orang Filipina yang sudah divaksin. Tetapi ia tak mengidentifikasi siapa saja atau berapakah jumlahnya.
Ia malah menerangkan, vaksin Covid-19 tersebut dikembangkan oleh China National Pharmaceutical group (Sinopharm). Walau Sinopharm belum berkomentar berhubungan dengan klaim penyuntikan vaksinnya di Filipina ini.
Semenjak Duterte menduduki jabatan selaku Presiden pada 2016 lalu, kebijakan luar negerinya diketahui amat anti Amerika. Padahal, Filipina merupakan penerima bantuan militer AS paling besar di kawasan Indo-Pasifik. Sejak 2015 negara tersebut sudah menerima kendaraan lapis baja, kapal, pesawat dan senjata ringan seperti bom.