You are here
Home > Berita Nasional >

Kota Tua, Pesona Heritage di Jakarta

Kota Tua Pesona Heritage di Jakarta
Bagikan Artikel Ini

Kota Tua adalah sebuah situs bersejarah yang meruapakan saksi bisu zaman penjajahan Belanda. Sekarang Kota Tua jadi lokasi untuk menghabiskan malam minggu dengan berkumpul bersama teman-teman maupun pasangan. Beberapa fotografer juga banyak memilih lokasi ini untuk dijadikan studio outdoor mereka. Kesan klasik yang disuguhkan membuat tempat ini menarik ketimbang gedung-gedung tinggi yang modern.

Pesona Kota Tua

Dengan luas sekitar 1,3 km persegi melewati Jakarta Barat dan Jakarta Utara, Kota Tua ini pernah dijuluki oleh pelayar Eropa pada Abad ke-16 sebagai “Ratu dari Timur” dan “Permata Asia”.

Dahulu Kota Jakarta cuma seluas 15 hektar dan dinamakan “Jayakarta”. Nama yang diberikan ketika terjadi pertempuran antara Kesultanan Demak dan Kerajaan Pajajaran. Setahun kemudian VOC mendirikan reruntuhan Jayakarta dan dinamakan “Batavia”. Selanjutnya semakin luas dari timur Sungai Ciliwing (kini Lapangan Fatahillah) hingga ke barat. Gaya bangunannya mengadopsi gaya Belanda Eropa pula dibangun benteng “Kasteel Batavia”.

Batavia semuanya usai dibangun pada tahun 1650 dan menjadi kantor pusat VOC di Hindia Timur. Pada tahun 1942 Jepang mengubah nama Batavia jadi Jakarta yang masih berfungsi sebagai ibu kota Indonesia hingga kini. Pada tahun 1972 Kota Tua ini akhirnya diresmikan jadi situs warisan oleh Ali Sadikin, Gubernur Jakarta.

Berikut ini beberapa gedung atau bangunan yang terkenal dari Kota Tua.

Gedung atau Museum Fatahillah

Museum Fatahillah adalah bangunan yang dibangun tahun 1710 dan berperan sebagai Balai Kota Batavia (Stadhuis). Tahun 1974 bangunan ini diresmikan jadi museum dengan menghadirkan benda-benda dari jaman prasejarah, benda-benda VOC, hingga kemerdekaan Indonesia pada tahun 1948. Di dalamnya ada furnitur dengan gaya Betawi yang pernah ada pada tahun 1700-an hingga 1900-an. Museum ini berada di sisi selatan Lapangan Fatahillah.

Museum Seni Rupa dan Keramik

Tidak jauh dari Museum Fatahillah terdapat Museum Seni Rupa dan Keramik. Sebelumnya museum ini dipakai untuk Gedung Pengadilan atau de Raad van Justitie. Sesudah kemerdekaan Indonesia, bangunan ini pernah dimanfaatkan sebagai asrama militer dan gudang logistik. Pula pernah jadi Kantor Gubernur, kantor Museum Jakarta dan Departemen Sejarah.

Museum ini memamerkan kerajinan tangan tradisional Indonesia dan lukisan-lukisan milik Raden Saleh dan Affandi. Terdapat juga beragam macam keramik dari berbagai daerah Indonesia dan manca negara.

Museum Wayang

Berikutnya ada Museum Wayang yang dipersembahkan untuk pentas boneka Wayang Jawa. Museum ini berada di sebelah barat Lapangan Fatahillah. Sebelumnya bangunan ini merupakan sebuah gereja tempat dimakamkannya Jendral Jan Pieterszoon Coen. Kemudian bangunan ini pun sempat menjadi Museum Batavia. Sesudah kemerdekaan Indonesia pernah menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia.

Museum ini berisi beragam macam wayang seperti wayang kulit dan wayang golek. Ada pula boneka-boneka dari Kamboja, India, Prancis, Vietnam, China, Suriname, Thailand dan Malaysia. Ada pula lukisan wayang, patung wayang, dan seperangkat gamelan. Di museum ini umumnya sering diselenggarakan workshop atau teater wayang.

Lapangan Fatahillah

Selanjutnya di tengah-tengah semua museum ini terdapat Lapangan Fatahillah. Lapangan ini banyak dikunjungi oleh masyarakat yang sekadar untuk berkumpul dan melihat-lihat, berswafoto, atau mencicipi kuliner khas Betawi. Anda pun dapat menjajal menaiki sepeda ontel zaman dulu dengan selama 30 menit secara berbayar.

Stasiun Kereta Jakarta Kota

Tidak jauh dari Lapangan Fatahillah terdapat stasiun kereta Jakarta Kota. Stasiun Jakarta Kota merupakan stasiun kereta api terbesar di Indonesia yang telah berusia cukup tua. Sejak tahun 1929 stasiun ini resmi digunakan untuk kepentingan umum. Stasiun yang megah ini adalah karya besar seorang arsitek yang memiliki nama Ghijsels. Ia memadukan desain dan teknik modern Barat dengan bentuk-bentuk tradisional Indonesia.

Sekarang stasiun ini telah ditetapkan menjadi cagar budaya. Stasiun yang jadi pemberhentian terakhir dari kota Jakarta ini ramai tak cuma oleh penumpang dan pengunjung saja, kini banyak sekali pedagang yang berjualan di sekeliling stasiun dan tidak sedikit orang yang mendirikan rumah mereka di kiri-kanan rel kereta. Hal inilah yang menyebabkab stasiun ini kurang terawat secara tepat.

Leave a Reply

Top