Sedikitnya 29 orang istri kepala daerah akan bertanding sebagai peserta pilkada tahun 2020. Ya, puluhan istri petahana jadi calon kepala daerah. Bila terpilih, menurut pakar politik, suami mereka akan tetap menggenggam kekuasaan di daerah itu, walau secara informal.
Anggapan itu ditolak sejumlah istri petahana yang namanya akan tercantum pada surat suara di beberapa daerah, 9 Desember nanti.
Sah Istri Petahana ikut Calon Pilkada
Betapapun, menurut dosen ilmu politik di Universitas Pattimura, Said Lestaluhu, ikut serta istri kepala daerah di pilkada mempunyai basis hukum yang sah. Tetapi ia menganggap tren tersebut sebagai usaha menjaga kekuasaan.
Said menyalahkan pengambilan calon pemimpin melalui partai politik yang berbiaya mahal. Meski tiap-tiap orang memiliki hak untuk maju jadi kepala daerah, cuma yang mempunyai modal besar yang akan tampil di surat suara.
Memang terdapat kebosanan di masyarakat menyaksikan pola pengambilan parpol dieksploitasi para petahana, khususnya yang berkuasa dengan modal sosial, ekonomi, dan politik untuk menjaga kekuasaan.
Merujuk hasil penelitian dari Nagara Institute, sebuah lembaga kajian politik di Jakarta, ada 124 calon kepala daerah yang terhubung dengan dinasti politik pada pilkada 2020.
Dari angka tersebut, 67 adalah laki-laki dan 57 perempuan. Sedikitnya 29 dari 57 peserta pilkada perempuan tersebut adalah istri kepala daerah yang masih ataupun pernah menjabat.
Mahkamah Konstitusi melalui putusannya tahun 2015 menyatakan bahwa dinasti politik tidaklah haram. Sesudah putusan itu dibuat, menurut perhitungan Nagara Institute, calon dengan rekam jejak dinasti politik tetap naik dari tahun ke tahun.
Istri Bupati Maju Pilkada
Di Kabupaten Bandung misalnya, kursi bupati sepanjang 20 tahun terakhir dijabat oleh dua orang dari satu keluarga yang sama.
Tahun 2000 – 2010 kabupaten tersebut dipimpin Obar Sobarna. Satu dekade kemudian, menantu Obar, yakni Dadang Naser menjadi bupati.
Pada 9 Desember kelaki, istri Dadang, Kurnia Agustina, maju jadi calon bupati Bandung. Kurnia merupakan puteri kandung Obar Sobarna.
Hubungan personal Kurnia dengan dua bupati sebelumnya itu dianggap keunggulan yang tidak dipunyai dua kandidat lainnya.
Beberapa warga akan mencoblos Kurnia lantaran percaya politikus Golkar tersebut akan meneruskan pemerintahan terdahulu yang dinggap berhasil.
Dari Pak Obar, lalu turun ke Pak Dadang, lantas bila diteruskan Ibu Nia.Yang sudah dirasakan warga setempat, terutama di Rancaekek Kencana, pembangunannya bagus, maju pesat.
Semoga yang belum dilaksanakan pada pemerintahan sebelumnya bisa terlaksana pada periode atau masa jabatan Ibu Nia.
Akan tetapi kekerabatan itu pula yang menjadikan pemilih mengharapkan Kurnia kalah. Ayahnya telah 10 tahun, menantunya 10 tahun, masa mesti diteruskan lagi oleh anaknya. Masih banyak calon pemimpin terbaik itu. Bandung itu bukan milik satu keluarga. Kita bukanlah negara kerajaan. Indonesia kan negara demokrasi, setidaknya jangan dari keluarga itu-itu melulu.