You are here

Ekspor China Melonjak, Ekonominya Tumbuh Pesat Diluar Dugaan

Ekspor China
Bagikan Artikel Ini

Ketika neraca perdagangan mayoritas negara-negara di dunia tertatih-tatih, nilai ekspor China justru meroket. Negeri tirai bambu itu membukukan sedikitnya kenaikan 30 persen di bulan Maret ini. Walaupun lebih lambat dari tahun lalu, lonjakan ini menandakan ekonomi di Tiongkok sudah membaik.

Tak tanggung-tanggung, ada surplus perdagangan di kisaran 13,8 miliar US Dollar. Penyebabnya adalah karena China mampu menahan laju infeksi virus corona sehingga perekonomian bisa kembali berjalan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan negara ini bisa bangkit salah satunya adalah kondisi perdagangan AS yang mulai membaik.

Ekspor Cina Meningkat, Sinyal Ekonomi Pulih

Sebagai tempat pertama kali virus corona muncul dan sempat lumpuh selama beberapa bulan, secara mengejutkan Tiongkok justru yang pertama pulih. Bukan hanya itu, ia sehat seperti tidak terjadi apa-apa pada perdagangannya. Dibuktikan dengan lonjakan ekspor sebanyak 264 miliar US Dollar atau meningkat sekitar 32 persen dari tahun lalu.

Walaupun pada sisi impor juga tercatat melonjak tajam 43 persen dibanding periode sebelumnya serta merupakan yang tertinggi selama satu dekade terakhir. Meningkatnya angka ekspor China ini memang tidak sebesar sebelumnya akibat masa lockdown panjang serta ketat yang menghentikan semua proses produksi di negara itu.

Beberapa produk yang “menolong” negara ini bangkit dari kejatuhan ekonominya adalah ekspor elektronik dan tekstil. Masker merupakan komoditi yang diproduksi besar-besaran pasca covid 19 meledak dan mendapat permintaan yang tinggi di seluruh dunia. Kebutuhan akan barang yang satu ini sebagai proteksi melawan virus corona tidak bisa dihindari lagi.

Walaupun tensi antara China dan Amerika tinggi, nyatanya pemulihan cepat di negara Paman Sam itu juga mendorong tumbuhnya ekonomi. Sementara berhentinya kegiatan produksi pada sebagian besar pabrik di India membuat permintaan global akan barang-barang China meningkat tajam.

Dibandingkan tahun lalu, ada peningkatan pertumbuhan ekonomi sebanyak 18,3 persen di kuartal pertama 2021. Ini merupakan yang tertinggi sejak 1992 dalam hal GDP. Tetapi angka ini masih dibawah ekspektasi para ekonom Reuters yang memperkirakan tumbuh sampai 19 persen.

Tak bisa dipungkiri, pada kuartal pertama 2020, Tiongkok mengalami penurunan sampai 6,8 persen karena lockdown skala nasional ketika covid berada pada posisi puncak. Sekarang, disaat negara-negara lain bersiap menghadapi gelombang kedua corona yang terbukti telah menumbangkan India, China melenggang dengan pertumbuhan ekonomi yang signifikan.

Vaksinasi Justru Tidak Berpengaruh pada Perekonomian

Seperti diketahui jika negara tirai bambu ini sudah mengumumkan kalau warganya merdeka dari Covid 19 sejak Desember tahun lalu. Bahkan di bulan Oktober saja China sudah memperbolehkan masyarakat beraktivitas di luar secara normal. Tetapi perbatasan-perbatasan tetap dijaga sangat ketat serta menerapkan swab test dan karantina minimal 14 hari.

Tetapi, walaupun begitu, vaksinasi tetap dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan kembali pada musim dingin dan musim semi. Sejak Juli tahun lalu, imunisasi sudah dilakukan untuk masyarakat kategori resiko tinggi seperti tenaga medis, pekerja pasar, tenaga kerja transportasi publik, karyawan industri, dan juga inspektur perbatasan.

Tujuan program vaksinasi ini tentu saja untuk membentuk herd immunity dan ujung-ujungnya mempercepat pemulihan ekonomi. Walaupun diklaim tanpa vaksin pun China sudah berhasil bangkit. Terbukti, negara tirai bambu pulih lebih cepat dari apa yang selalu diramalkan para ahli sampai Bank Dunia.

Negara berpenduduk lebih dari 1 miliar orang itu terus konsisten mengimunisasi warganya secara bertahap. Sambil juga mengirimkan berjuta-juta dosis vaksin ke luar negeri sesuai dengan permintaan. Walaupun ada kecurigaan timbulnya ketergantungan pada China, kebutuhan akan vaksinasi memang nyata adanya.

Sampai sejauh ini sedikitnya sudah ada 2,6 miliar dosis vaksin yang dikirim ke luar negeri baik dalam bentuk bantuan atau ekspor. Sampai bulan Juli 2021 nanti, rencananya sudah ada 40 persen penduduk China yang divaksinasi tahap satu maupun dua. Kekebalan kelompok harus sudah dicapai pada periode ini agar bisa terus menggenjot ekspor China dan pertumbuhan ekonominya.

Disiplin, Kunci Cepat Ekonomi Pulih

Memang menjadi ironi dimana sebagai negara pertama yang diserang virus corona, China justru yang paling cepat pulih. Jumlah korban yang jatuh pun tidak sampai berjuta-juta seperti yang terjadi pada negara lain. Angka kematian bisa ditekan ke level terendah. Dan yang menakjubkan adalah bangkit dan memimpin pertumbuhan ekonomi.

Lockdown ketat secara nasional adalah langkah berani yang diambil negara itu guna mengatasi persebaran virus. Di awal 2020 China terpuruk, buktinya ia berhasil bangkit sejak Desember tahun lalu. Kasus baru hanya hitungan jari dan segera ditangani dengan penguncian wilayah secara parsial dan swab test massal.

Hasilnya, sejak Oktober masyarakat di China sudah bisa kembali beraktifitas normal, pabrik-pabrik berfungsi seperti sedia kala, dan aktivitas produksi meningkat. Kebijakan pemerintah yang tegas juga ditengarai mendorong kedisiplinan di negara ini yang berpengaruh pada pulihnya ekonomi

Tetap Ada Sejumlah Tantangan

Walaupun diprediksi akan terus mengalami pertumbuhan, banyak hal-hal yang harus diwaspadai oleh China. Diramalkan oleh banyak analis bahwa PDB bakal melambat sekitar 18,3 persen pada kuartal pertama. Pemicunya yaitu persebaran virus corona yang masih terjadi dan menghambat kegiatan terkait rantai pasokan. Akibatnya pergerakan barang jadi lambat dan biaya kirim melonjak.

Menurunnya jumlah microchip di pasaran juga menjadi tantangan tersendiri. Pasalnya, semua industri pasti menggunakannya mulai dari mobil sampai telepon dan ini mengganggu bagi produsen. Di April, sudah mulai terlihat perlambatan pada kegiatan di pabrik-pabrik. Hal ini diperburuk dengan menurunnya hubungan diplomatic dengan Australia.

Adanya penangguhan dialog ekonomi dengan negara Kangguru itu merupakan buntut dari seruan investigasi soal asal usul Covid 19 di China. Ditambah lagi melarang Huawei untuk membangun jaringan 5G. Sebagai balasan, Tiongkok mendera barang-barang Australia seperti misalnya anggur dan daging sapi dengan sanksi perdagangan.

Belum lagi jika ada gelombang kedua Covid 19 di negara itu, maka dipastikan penurunan akan kembali terjadi. Walaupun memang China memberlakukan pengetatan perbatasan yang terbukti efektif, tidak ada yang pernah tahu kapan virus mematikan ini akan kembali menyerang negara itu. Itulah sebabnya sekarang Tiongkok terus menggenjot produksinya agar bisa bertahan pada kondisi terburuk.

Ekspor China diramalkan akan terus meningkat seiring dengan memburuknya kondisi di India. Permintaan tekstil dunia yang tidak bisa dipenuhi akan diambil alih oleh negara tirai bambu. Kebangkitan ekonomi di Tiongkok ini juga diramalkan menjadi momentum bagi negara-negara Asia lainnya.

Sumber:

*https://www.bbc.com/news/business-57019218

**https://www.dw.com/id/vaksin-cina-mendunia-meski-keraguan-soal-tingkat-efikasi/a-56750330

***https://www.ndtv.com/world-news/china-exports-soar-to-highest-level-in-decades-after-covid-19-hit-2385398

****https://www.cnbcindonesia.com/tech/20210302165219-37-227303/akhir-juli-40-warga-china-sudah-disuntik-vaksin-covid-19

 

 

 

lilik sumarsih
Petualang,photographer dan penulis artikel tentang traveling dan alam liar

Leave a Reply

Top