Pojokjakarta.com – Menteri Kesehatan Budi Gunadi memaparkan data jika suntikan vaksin ketiga yang dinamakan booster memiliki efektivitas tinggi untuk memberikan perlindungan. Sehingga akan dicanangkan program vaksin booster berbayar 2022.
Program tersebut diadakan dengan petimbangan masyarakat. Meskipun dari WHO tidak menganjurkan, namun Menkes mengatakan WHO memandang dari sudut ethical, bukan clinical. Sehingga, tidak masalah jika vaksin booster diadakan gunakan menguatkan kekebalan tubuh masyarakat Indonesia.
Saat ini, sudah ada 58 juta lebih masyarakat Indonesia yang sudah mendapatkan vaksin pertama dan 30 juta masyarakat mendapatkan vaksin kedua. Dosisi yang diberikan pada masyarakat memang hanya dua kali. Sedangkan vaksin booster hanya diberikan kepada tenaga kesehatan sebagai garda paling depan dalam penyelesaian Pandemi Covid-19 ini.
Vaksin Booster untuk Masyarakat sudah Direncanakan
Meskipun saat ini hanya Nakes dan ‘sebagian’ pejabat yang mendapatkan suntikan vaksin ketiga, pemerintah mengatakan jika akan ada vaksin booster setelah vaksinasi 1 dan 2 yang diperkirakan selesai awal tahun 2022.
Namun jenis vaksin ini akan diprogram sebagai vaksin berbayar yang bisa didapatkan oleh masyarakat dengan sistem dan skema BPJS. Program vaksin booster berbayar ini direncanakan akan dimulai tahun depan (2022). Setelah semua program vaksinasi saat ini telah selesai.
Presiden Jokowi juga memberikan isyarat jika vaksin ini nantinya disebar secara gratis hanya pada penerima bantuan Iuran (PBI) saja. Sedangkan yang lain harus berbayar. Alasannya, selain vaksinasi ini tidak wajib, harganya juga tidak begitu mahal, yakni hanya Rp 100 ribu.
Program ini akan dibuka untuk umum. Sehingga masyarakat bisa memilih. Sedangkan masyarakat yang mendapatkan bantuan, mendapatkan vaksin booster secara gratis dan dibiayai oleh pemerintah.
Sebagian Pejabat Curi Start
Meskipun dikatakan suntikan vaksin ketiga (vaksin booster) hanya diberikan pada tenaga kesehatan, namun beberapa pejabat sudah curi start dan mendapatkan vaksin ketiga tersebut. Tentunya hal tersebut tidak baik sebagai contoh.
Pejabat harusnya menerima giliran dan mengantri untuk mendapatkan vaksin booster tersebut. Sebab saat ini, vaksin booster hanya diprioritaskan pada tenaga kesehatan saja. Sedangkan pejabat pemerintah belum dan dimaksimalkan pada vaksin pertama.
Beberapa pihak mengingatkan pengawasan lebih ketat terhadap pejabat yang kurang bertanggung jawab tersebut. Pemerintah perlu menerbitkan penyuntikan booster, terlebih bagi masyarakat yang bukan tenaga kesehatan.
Apalagi para pejabat publik yang menjadi teladan untuk dicontoh. Memanfaatkan jabatan untuk mendapatkan vaksin yang bukan jatahnya adalah salah satu hal bentuk penyelewengan kekuasaan. Sehingga, pemerintah harus tegas dalam hal tersebut.
Program vaksin booster berbayar masih mengandung pro dan kontra. Semua program yang dilaksanakan oleh pemerintah akan terus dimaksimalkan guna melawan pertumbuhan positif Covid-19. Agar masyarakat tetap sehat dan selamat.