Per 1 Maret 2021, Muhyiddin Yassin terhitung sudah berkuasa satu tahun. Namun, krisis politik Malaysia masih berlanjut. Mungkin warga Malaysia masih mengingat benar bagaimana Muhyiddin Yassin ditunjuk sebagai Perdana Menteri, orang nomor satu.
Padahal, saat menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri, dirinya tidak diperhitungkan sama sekali. Nyatanya, ia mampu menyingkirkan pendahulunya yang telah menunggu dua puluh dua tahun untuk memimpin negeri jiran, Manathir Mohamad.
Kudeta yang disebut Langkah Sheraton ini berawal dari Muhyiddin yang keluar dari partai Bersatu. Disusul belasan parlementer pimpinan Azmin Ali yang menggulingkan partai Pakatan Harapan yang berkuasa sejak pemilih 9 Mei 2018.
Pakatan dirundung konflik internal yang berkaitan dengan suksesi kekuatan dari Mahathir bergulir ke Anwar yang dijanjikan olehnya. Mahathir tidak mau menyerahkan kekuasaannya. Ketidak berdayaan Pakatan diperparah dengan Bersatu dan partai DAP yang saling bersitegang. Dimana etnis Tionghoa Malaysia mendominasi.
DAP yang saat itu berada di posisi menteri keuangan disebut-sebut menyandera Mahathir dan berpotensi menghilangkan keistimewaan hak suku Melayu.
Teka-Teki Mayoritas Muhyiddin
Pemerintahan Muhyiddin yang bernama Perikatan Nasional tampaknya terlihat tidak stabil karena terus dijejali pertanyaan mayoritas parlemen di Dewan Rakyat.
Koalisi Perikatan Nasional sendiri terdiri sari PAS, STAR, dan UMNO dengan hubungan panas dingin. Mereka juga bersatu menolak untuk bergabung dengan Perikatan, tetapi mendukung parlementer ke koalisi Muhyiddin.
Partai Pakatan Harapan yang dipimpin Anwar sebagai oposisi seringkali mempertanyakan legitimasi Muhyiddin sebagai kepala pemerintahan. Ketegangan sempat mendingin setelah ia meloloskan anggaran belanja pada Desember lalu.
Dimana ada 111 parlementer yang menyetujui dan 108 yang menolak. Ada yang memilih abstain yakni politisi senior UMNO yang akrab dipanggil Ku Li dan 2 parlementarian. Namun, pada Januari kemudian, Ku Li dan dua parlementarian tegas menolak dan menarik dukungan terhadap Muhyiddin.
Di dewan Rakyat sekarang ada dua kursi kosong karena ditinggalkan yang bersangkutan. Perikatan Nasional sendiri mempunyai 109 kursi sementara pakatan 111 Kursi. Untuk pembentukan pemerintahan mayoritas dibutuhkan minimal 111 kursi.
Muhyiddin masih bisa bernafas lega karena Sultan Abdullah memberikan persetujuannya mengenai deklarasi keadaan darurat. Ini dilakukan pada 12 Januari hingga 1 Agustus dengan tujuan melawan pandemi COVID-19.
UU Darurat ini berdampak pada dibekukannya parlemen Malaysia. Artinya Muhyiddin bisa menghindari mosi tidak percaya yang diajukan Pakatan. Partai oposisi mengecam dirinya karena dianggap membahayakan demokrasi berkat memanfaatkan dekrit darurat untuk mempertahankan kekuasaanya. Padahal, ia sudah jadi pemerintah minoritas.
Tetapi, baru-baru ini Sultan Mengumumkan bahwa parlemen boleh bertemu saat masa darurat. Artinya oposisi punya peluang untuk menguji kembali mayoritas Muhyiddin. Namun, ia belum mengkonfirmasi kapan akan bersidang.
Jalan Keluar Krisis Politik Malaysia
Kondisi politik negeri Jiran yang tidak stabil setahun belakangan ini menurunkan minat investor. Pemerintah sendiri kewalahan menangani pandemi COVID-19 yang melonjak setelah pemilu. Padahal, sebelum itu pandemi bisa dikendalikan.
Saking tingginya, Perdana Menteri harus kembali memberlakukan Lockdown di Januari lalu. Kondisi ekonomi negara tersebut juga terpuruk dengan angka GDP mengalami kontraksi 5,6 persen. Merupakan paling buruk sejak krisis 1998 silam.
Pemilu dianggap sebagai pilihan terbaik untuk mengakhiri krisis politik Malaysia ini. Muhyiddin berjanji akan menggelar pemilu saat pandemi sudah usai atau kurva melandai. Pakatan sendiri meminta secepatnya.
Namun, kondisi pandemi yang belum terkendali dikhawatirkan memperburuk keadaan. Meski Malaysia juga sudah memulai vaksinasi, tapi dibutuhkan waktu yang cukup panjang, bukan sebentar.
Politik yang makin memanas sangat mengkhawatirkan Muhyiddin. UMNO seringkali memberi sinyal bahwa ia tidak mau berkoalisi dengannya. UMNO sendiri merupakan partai negeri Jiran yang sudah 61 tahun berkuasa.
Sebelum deklarasi darurat, UMNO juga akan segera menarik dukungan partai. Ini berarti akan sangat besar kemungkinan UMNO berhadapan dengan partai bersatu. Dengan mayoritas pemilih melayu. Partai tersebut optimis akan kembali mendominasi di dunia politik Malaysia.