
Rancangan Undang-Undang Tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) kembali menjadi sorotan publik pada tahun 2025. Revisi undang-undang ini menuai pro dan kontra karena dianggap membawa sejumlah perubahan signifikan terhadap peran militer di ranah sipil dan ketatanegaraan. Artikel ini akan membahas secara lengkap isi RUU TNI, latar belakang revisinya, serta dampak potensial bagi demokrasi dan masyarakat Indonesia.
Apa Itu RUU TNI?
RUU TNI adalah revisi dari Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Revisi ini bertujuan menyesuaikan struktur dan fungsi TNI dengan dinamika keamanan nasional dan global yang terus berkembang. Namun, beberapa poin dalam draf RUU tersebut menuai kritik karena dianggap bisa mengancam prinsip supremasi sipil dalam negara demokrasi.
Isi dan Poin Kontroversial dalam RUU TNI
Beberapa poin penting yang menjadi perhatian publik antara lain:
1. Perluasan Peran TNI di Ranah Sipil
RUU TNI mengatur bahwa TNI dapat dilibatkan dalam 19 jenis tugas di luar operasi militer, termasuk mengatasi aksi terorisme, menangani konflik sosial, hingga pengamanan objek vital nasional. Perluasan ini dianggap rawan disalahgunakan karena tumpang tindih dengan kewenangan Polri.
2. Pengangkatan Prajurit Aktif di Jabatan Sipil
Salah satu pasal dalam RUU membuka peluang prajurit aktif TNI untuk menduduki jabatan di kementerian/lembaga sipil, tanpa melepaskan status keaktifannya. Hal ini berpotensi melanggar prinsip netralitas TNI dan membayangi kewenangan sipil dalam birokrasi.
3. Penghapusan Mekanisme Perizinan Presiden dan DPR
RUU ini juga menghapus kewajiban TNI untuk mendapatkan persetujuan dari Presiden dan DPR dalam pengerahan pasukan untuk operasi militer, terutama dalam operasi selain perang. Langkah ini dikhawatirkan mengurangi kontrol sipil terhadap militer.
Latar Belakang Revisi RUU TNI
Pemerintah dan DPR menyatakan bahwa revisi ini penting untuk menjawab tantangan keamanan modern seperti ancaman siber, perang asimetris, dan potensi konflik regional. Namun, pengamat militer dan pegiat HAM menilai bahwa revisi ini cenderung memperbesar peran militer dalam kehidupan sipil, bertentangan dengan semangat reformasi TNI pasca-Orde Baru.
Dampak RUU TNI terhadap Demokrasi
Jika disahkan tanpa pengawasan ketat, RUU TNI berpotensi membuka ruang kembalinya dominasi militer dalam urusan sipil. Hal ini bisa menggerus nilai-nilai demokrasi, melemahkan institusi sipil, dan mengancam hak-hak sipil masyarakat.
Namun, di sisi lain, ada argumen bahwa peran TNI perlu diperluas untuk menjawab kebutuhan keamanan nasional yang tidak bisa lagi ditangani oleh kepolisian atau lembaga sipil semata.
Kesimpulan
RUU TNI 2025 menjadi isu penting yang harus mendapatkan perhatian luas dari publik, akademisi, dan pemangku kepentingan. Revisi undang-undang ini bukan sekadar urusan teknis pertahanan, melainkan menyangkut masa depan demokrasi Indonesia. Partisipasi masyarakat dan transparansi dalam pembahasan RUU ini menjadi kunci agar tidak terjadi kemunduran reformasi militer.