You are here

Keputusan Resolusi PBB Myanmar Menuai Aliran Dukungan dan Perlawanan

Resolusi PBB Myanmar
Bagikan Artikel Ini

Myanmar kini tengah berada dalam situasi konflik yang belum menemui titik terang. Konflik internal terus berlanjut dan telah mencatatkan banyak kerugian. Kondisi ini memicu tercetusnya keputusan resolusi PBB Myanmar. Resolusi ini diputuskan pada tanggal 18 Juni 2021 lalu namun masih menerima sikap pro dan kontra dari berbagai pihak.

Awal Konflik

Konflik yang terjadi di Myanmar muncul sejak diselenggarakannya pemilu pada bulan November 2020 lalu. Ini merupakan pemilu kedua sejak Myanmar dinyatakan keluar dari pemerintahan militer. Konflik dipicu oleh tudingan pihak militer yang menganggap proses pemungutan suara berlangsung curang dan memenangkan Partai Liga Nasional.

Bersamaan dengan tudingan tersebut, juru bicara militer juga mengungkapkan adanya kemungkinan kudeta apabila tuduhan tersebut tidak diselidiki. Konflik berlanjut dan semakin memanas hingga pada tanggal 1 Februari 2021 lalu pihak militer kembali menindaklanjuti tudingan tersebut.

Posisi militer kembali menunjukkan otoritasnya di hadapan publik. Hal ini diperkuat dengan ditangkapnya sejumlah pemimpin partai yang dianggap tak bisa mengambil tindakan tepat dalam mengatasi konflik tersebut. Salah satu tokoh yang ditangkap adalah pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi.

Demonstrasi Besar-Besaran

Kudeta yang dilakukan oleh pihak militer Myanmar ini kemudian berimbas pada demonstrasi besar-besaran di kalangan masyarakat. Orang-orang dari berbagai kalangan turun ke jalanan untuk menentang kudeta militer yang berlangsung semakin sadis tersebut. Aksi demonstrasi ini tak berlangsung kondusif dan telah menelan banyak nyawa termasuk anak-anak.

Aksi penembakan dan pembantaian terhadap para demonstran membuat dunia semakin murka. PBB pun ikut turun tangan dalam kondisi konflik yang semakin memanas di Myanmar. Demi meredakan konflik yang terjadi, muncullah keputusan resolusi PBB Myanmar yang ternyata juga menimbulkan kontroversi.

Penghentian Aliran Senjata

Resolusi yang diserukan oleh PBB yakni adanya penghentian aliran senjata ke pihak Myanmar. PBB juga mendesak pihak militer untuk mengakui hasil pemilihan umum pada bulan November 2020 lalu. Selain itu militer juga didesak oleh PBB untuk membebaskan semua tahanan politik termasuk Aung San Suu Kyi.

Resolusi PBB ini dipandang sebagai salah satu bentuk kecaman kepada Myanmar. Pihak militer telah melakukan pelecehan dan kekerasan terhadap rakyat sendiri selama masa konflik berlangsung. Kondisi ini tentu tak bisa dibiarkan berlanjut dan menelan semakin banyak korban jiwa.

Dalam resolusi tersebut, PBB mengutuk semua tindakan militer Myanmar yang telah memecahkan konflik dan membuat semuanya semakin tidak manusiawi. Sementara itu pihak Kementerian Luar Negeri Myanmar menolak adanya resolusi PBB ini. Menurut Myanmar, resolusi ini adalah kebijakan yang tidak terikat secara hukum. Resolusi diambil berdasarkan keputusan sepihak dan tidak bisa berlaku.

Dukungan dan Perlawanan

Dari segi kemanusiaan, tentu resolusi PBB ini menjadi salah satu keputusan terbaik dan akan mendapat banyak dukungan. Namun setiap negara memiliki pertimbangan masing-masing untuk memberikan dukungan dan persetujuan terhadap resolusi tersebut. Hasilnya, sebanyak 119 negara menyatakan setuju terhadap resolusi PBB ini.

Di sisi lain ada 36 negara yang menyatakan abstain terhadap keputusan resolusi ini. Salah satunya adalah China yang dikenal sebagai sekutu utama dari Myanmar. Selain itu, Thailand, Laos, Kamboja, juga Brunei Darussalam juga menyatakan abstain terhadap keputusan resolusi PBB.

Tentu ada alasan dibalik abstainnya beberapa negara terhadap resolusi PBB Myanmar ini. Salah satunya diungkapkan oleh Thailand bahwa resolusi ini tidak mempertimbangkan banyak faktor penting. Selain itu, keputusan resolusi tersebut dianggap mengabaikan konsensus ASEAN sehingga Thailand memilih untuk abstain.

 

lilik sumarsih
Petualang,photographer dan penulis artikel tentang traveling dan alam liar

Leave a Reply

Top