
Pojokjakarta.com – Warga Madura akhirnya menggelar aksi demo untuk menggugat kebijakan pemerintah Surabaya terkait pelaksanaan protokol kesehatan yang diskriminatif di Jembatan Suramadu. Warga Madura demo dengan tiga tuntutan utama.
Tiga tuntunan ini, disuarakan berbondong-bondong. Beberapa orang yang melakukan deklarasi dan orasi, memaparkan beberapa hal penting yang perlu dibahas oleh pemerintah Surabaya terkait hal tersebut.
Kebijakan Pendiskriminasian Orang Madura
Warga Madura yang melakukan demo ini memperjuangkan beberapa hal dalam proses penanggulangan Covid-19 pemerintah Kota Surabaya yang dinilai kurang adil. Apalagi, dalam hal ini Madura memiliki hubungan secara geografis dengan Surabaya.
Masyarakat Madura menginginkan pemerintah Kota Surabaya tidak melakukan swab test di Jembatan Suramadu. Mereka memberikan narasi pada pemerintah Surabaya untuk fokus melakukan Swab Antigen di tempat hiburan dan kerumunan lain.
Memang dari kacamata orang awam, warga madura demo tentu saja berdasarkan sebuah alasan lapangan yang jelas. Melihat mobilitas orang madura yang dibatasi, begitu sulit untuk diterima ketika banyak tempat hiburan malah di renggangkan.
“Kebijakan Eri Cahyadi mendiskreditkan orang madura,” kata salah satu orang yang berorasi dengan menggunakan pengeras suara pada demo tersebut.
Covid-19 Tidak Hanya Menjangkit di Suramadu
Warga Madura demo di Suramadu tersebut merasa jika mobilitas Surabaya ke Madura atau sebaliknya begitu ketat. Sehingga mengganggu roda aktivitas masyarakat Madura. Sehingga, mereka membandingkan dengan tempat hiburan lain.
Pasalnya, banyak mall di Surabaya yang masih buka dan ramai pengunjung. Beberapa mall malah tidak begitu ketat melakukan protokol kesehatan. Berkaca dari hal tersebut, masyarakat Madura merasa ada sebuah diskriminasi terkait pelaksanaan protokol kesehatan.
Salah satu Jubir dari Koalisi Masyarakat Madura Bersatu mengatakan, “Apakah iya, Covid-19 hanya menjangkit orang yang bepergian dan melintas di Suramadu?”
Pertanyaan tersebut tentu saja sangat logis bisa terucap. Apalagi jika penerapan protokol kesehatan berupa Swab Antigen tidak dilakukan secara merata di seluruh wilayah Surabaya.
Penyekatan yang Prematur
Kebijakan penyekatan di Jembatan Suramadu ini tentu saja dianggap warga madura yang demo dengan kebijakan yang prematur. Artinya kebijakan yang tidak melihat situasi serta kondisi dan perbandingan kondisi di tempat lain Surabaya.
Jika keputusan ini terus dijadikan patokan untuk pelaksanaan pembatasan, maka warga madura akan berdemo hingga kebijakan ini akan diganti dengan kebijakan yang dirasa tidak mendiskreditkan masyarakat Madura.
Mengingat Suramadu adalah sebuah jembatan penyebrangan yang sangat penting bagi Madura untuk mobilitas ekonomi, maka perlu dilakukan kajian ulang dan pelurusan terkait kebijakan tersebut oleh pemerintah kota Surabaya.
Salah satu jubir dari koalisi Masyarakat Madura Bersatu ini menyatakan jika pelarangan ini sangat tebang pilih. Apalagi terhadap masyarakat Madura yang hendak melakukan aktivitas melewati jembatan tersebut.
3 Tuntutan yang Diajukan
Dalam hal ini, masyarakat menyuarakan tiga tuntutan terhadap pemerintah kota Surabaya, khususnya walikota. Dimana, tuntutan ini terkait pelaksanaan penyekatan di beberapa daerah agar kasus Positif Covid-19 bisa ditekan.
Tiga tuntutan yang diajukan adalah:
1. Hentikan Penyekatan yang Diskriminatif
Gugatan ini adalah gugatan yang pertama dalam proses demo. Mereka ingin, pemerintah kota Surabaya lebih tegas dan tidak tebang pilih ketika menerapkan penyekatan di daerah Surabaya, termasuk di Jembatan Suramadu.
Warga Madura demo dengan berbagai yel-yel. Salah satu bunyi yel-yelnya adalah “Corona tidak bisa membunuh orang madura, yang bisa membunuh orang madura Cuma malaikat dan Allah”, dengan bahasa Madura.
2. Lakukan Swab Antigen di Tempat Semestinya
Tuntutan kedua adalah menggugat agar pemerintah Surabaya bisa melakukan Swab Test di tempat lain, salah satunya adalah mall dan tempat hiburan lainnya. Permasalahan ini memang cukup dilematis.
DI satu sisi pemerintah Surabaya tidak bisa secara penuh melakukan penyekatan di beberapa wilayah publik kota, namun di sisi lain Jembatan Suramadu dilakukan penyekatan lebih karena menjadi alternatif lintas daerah.
3. Menuntut Wali Kota Minta Maaf Pada Warga Madura
Tuntutan yang terakhir adalah ingin wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi untuk meminta maaf kepada masyarakat Madura karena kebijakan penyekatan sudah menjadikan warga Madura merasa terdiskriminasi.
Namun, setelah massa mendatangi kantor, Wali Kota Eri Cahyadi masih menemui warga madura demo tersebut. Pada dasarnya, tuntunan ketiga ini tidak begitu urgen, yang paling penting adalah tuntunan pertama dan kedua.
Hingga saat ini, masyarakat Madura yang telah menerobos pembatasan di Jembatan Suramadu menunggu kedatangan wali kota Surabaya yang belum melakukan negosiasi. Mengingat hal ini penting bagi warga Madura, maka walikota tentu saja akan dituntut untuk melakukan negosiasi damai.
Sementara itu, banyak polisi sedang berjaga mengamankan tempat. Jangan sampai situasi demo menimbulkan aksi tidak sehat yang merusak. Apalagi, mengingat sekarang masih di masa Pandemi Covid-19.
Tidak Semua Pendemo Menaati Protokol Kesehatan
Satu hal yang disayangkan dari proses warga Madura demo ini adalah tidak semua pendemo menerapkan protokol kesehatan. Beberapa di antara mereka tidak memakai masker dan tidak menjaga jarak.
Beberapa pendemo memang melakukan protokol kesehatan dengan baik, namun sebagian lainnya tidak. Sehingga hal tersebut disoroti oleh publik. Tentu akan jauh lebih baik, jika aspirasi disampaikan dengan cara yang benar. Sehingga demo tersebut tidak menyebabkan lonjakan kasus Positif Covid-19.
Mengingat situasi dan kondisi di Indonesia dan dunia masih mengalami Pandemi Covid-19, seharusnya pemerintah melakukan pemerataan kebijakan sehingga tidak ada masyarakat yang merasa ada ketidakadilan dalam kebijakan. Selain itu, jika warga madura demo, harusnya protokol kesehatan tetap dilakukan. Sehingga kedua belah pihak bisa saling sama-sama tertib pada kondisi yang sulit ini.