Kunjungan kerja yang dilakukan oleh Presiden Jokowi, menjadi perbincangan nasional. Pasalnya kunjungan kerja tersebut, dinilai membuat kerumunan. Padahal saat ini, berkerumun menjadi salah satu hal yang dilarang, karena pandemi Covid-19. Salah satu pengamat politik, Rocky Gerung menanggapi kerumunan Jokowi.
Dirinya menilai jika kerumunan yang terjadi NTT, Maumere, seharusnya dianggap sebagai pelanggaran protokol kesehatan. Bahkan Rocky Gerung sampai membandingkannya, dengan kerumunan HRS beberapa waktu lalu. Rocky Gerung menanggapi kerumunan Jokowi, melalui kanal Youtube nya.
Rocky mengatakan jika Presiden Jokowi melakukan hal yang sama dengan HRS, yakni mengeluarkan setengah badan dari dalam mobil. Dirinya menanggapi kerumunan tersebut dengan kata-kata yang sarkas. Rocky mengatakan jika peristiwa tersebut, sangatlah romantis sekaligus tragis.
Rocky Gerung mengatakan jika kejadian ini, bisa menaikkan elektabilitas sang tokoh, jika sedang tidak dalam masa pandemi. Menurut Rocky, Presiden Jokowi seharusnya didenda 50 juta rupiah, seperti yang sudah tertulis dalam peraturan. Dirinya juga mengatakan, jika seharusnya Presiden Jokowi, mendapatkan pembelajaran seperti HRS.
Rocky Gerung berharap, ada yang mempersoalkan masalah ini. Menurut dirinya masalah ini harus dipersoalkan, agar tidak ada lagi Undang-Undang dilanggar.
Masalah Presiden Jokowi Dinilai Berbeda dengan Masalah HRS
Banyak yang menilai jika kerumunan yang ditimbulkan oleh Presiden Jokowi, sangat berbeda dengan kerumunan yang ditimbulkan oleh HRS. Salah satu yang berpendapat demikian ialah Dokter Tirta. Menurut Dokter Tirta, Presiden Jokowi tidak mengundang masyarakat, namun masyarakat sendiri yang antusias menyambut kehadiran Jokowi.
Berbeda dengan kerumunan HRS, yang sengaja diciptakan olehnya. HRS diketahui mengundang banyak orang, dan akhirnya menimbulkan kerumunan. Dokter Tirta mengatakan jika Presiden Jokowi, sudah menyuruh masyarakat untuk tetap menjaga protokol kesehatan. Presiden Jokowi memang menghimbau kepada masyarakat setempat, untuk memakai masker dan menjaga jarak.
Namun karena terlalu antusias untuk bertemu Presiden, banyak masyarakat yang lupa untuk menjaga jarak. Menurut Dokter Tirta, Presiden Jokowi tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Namun dirinya menilai, jika masalah ini bisa menjadi pelajaran dan evaluasi. Terutama untuk para tim protokoler, agar lebih berhati-hati saat mengatur agenda lapangan Presiden Jokowi.
Koalisi Anti Ketidakadilan Melaporkan Presiden Jokowi
Buntut dari masalah ini, Koalisi Anti Ketidakadilan melaporkan Presiden Jokowi ke Bareskrim Polri. Kurnia selaku anggota Koalisi Anti Ketidakadilan, mengatakan jika Presiden Jokowi terbukti melanggar peraturan protokol kesehatan. Dirinya mengatakan jika Presiden Jokowi diduga kuat, telah melakukan tindak pidana pelanggaran kekarantinaan kesehatan.
Namun laporan yang dibuat oleh Koalisi Anti Ketidakadilan, ditolak oleh Bareskrim Polri. Kurnia sangat kecewa, mengetahui laporannya ditolak. Dirinya mempertanyakan mengenai keadilan hukum di Indonesia. Laporan Koalisi Anti Ketidakadilan ditolak, karena Presiden Jokowi tidak melakukan pelanggaran.
Seluruh kerumunan tersebut datang dengan sendirinya, tanpa diundang oleh Presiden Jokowi. Meski begitu masih banyak masyarakat, yang pro dan kontra mengenai masalah ini. Sebagian masyarakat menilai jika Presiden Jokowi tidak bersalah, namun sebagian masyarakat juga meminta agar hukum ditegakkan.
Masyarakat NTT Membela Presiden Jokowi
Masyarakat NTT memberikan pembelaan untuk Presiden Jokowi. Menurut masyarakat NTT, kerumunan tersebut memang murni karena antusias yang tinggi. Banyak masyarakat NTT yang ingin bertemu langsung dengan Presiden Jokowi, dan tanpa sadar menghiraukan protokol kesehatan. Banyak masyarakat NTT meminta, agar Presiden Jokowi tidak disalahkan atas masalah ini
Sementara banyak masyarakat yang menilai, jika Rocky Gerung menanggapi kerumunan Jokowi, karena niat menjatuhkan. Masyarakat menilai jika Rocky Gerung, memang berniat untuk menjatuhkan Presiden Jokowi. Banyak yang menilai, jika masalah ini tidak perlu dibesar-besarkan.