You are here
Home > Berita Nasional >

Ironi Pilkada 2024, Penguasa Untung Lainnya Buntung

Pilkada 2024
Bagikan Artikel Ini

Pemerintah tidak akan melakukan revisi UU mengenai Pemilu dan Pilkada. Dengan demikian, pilkada 2024 akan tetap digelar secara serentak bersamaan dengan pemilihan anggota DPR hingga DPRD Kabupaten / Kota.

Sejumlah pihak keberatan dengan keputusan tersebut. Mereka mengusulkan agar pilkada tidak digelar secara serentak bersama pilpres dan juga pileg.  Siti Zuhro, peneliti dari LIPI memperhitungkan hal itu. Menurutnya, akan banyak memakan korban nantinya, terutama dari pihak penyelenggara.

Dirinya berkaca dari pemilu yang digelar pada tahun 2019 silam. Tercatat sebanyak 894 petugas meninggal dunia, dan lebih dari 5000 petugas jatuh sakit. Ia berkata itu merupakan hal yang tidak terperi bagi Indonesia.

Maka dari itu, nantinya akan banyak juga kerugian yang didapat dari pemilu dan pilkada serentak pada 2024 mendatang. Karena pemerintah ogah melakukan evaluasi bahkan revisi UU. Ia menilai jika tidak direvisi, akan banyak memakan korban jiwa lantaran petugas yang kelelahan.

Tiada Legitimasi

Ogahnya pemerintah melakukan revisi juga akan membuat pemda akan dipimpin oleh pejabat kepala daerah (pj) . Mereka akan menggantikan kepala daerah yang habis masa jabatannya di 2022 dan 2023. Pj dalam hal ini punya wewenang penuh seperti halnya kepala daerah yang dipilih.

Namun, mungkin masyarakat akan ragu karena mereka juga punya hak untuk memilih pejabatnya. Siti menilai dampak psikologis mungkin akan muncul karena pj kepala daerah bukan dari hasil pemilihan. Dana untuk perhelatan pilkada 2024 juga akan lebih besar.

Pada 2019 saja, saat pileg dan pilpres digelar serentak, anggaran naik sampai dengan 61 persen. Angka itu pasti akan naik bersama dengan pilkada yang akan digelar bersamaan pada 2024 mendatang. Pada 2019 sendiri pemilu menghabiskan anggaran sebesar Rp 25,59 triliun. Sementara pemilu tahun 2014 hanya Rp 15,62 triliun.

Pejabat Bakal Diuntungkan

Sementara itu, Titi Anggraini, anggota dewan Perludem mengatakan pemerintah pusat dan partai penguasa akan mendapat banyak keuntungan dengan tidak direvisinya UU.

Salah satunya, Pj yang ditunjuk di 2022 dan 2023 yang akan menjabat hingga pilkada 2024 digelar. Ini merupakan kesempatan yang bagus untuk memilih sosok yang bakal mendukung agenda pemerintah di wilayah yang bersangkutan.

Pemerintah akan mendapat insentif karena pilkada tahun 2024 akan memberikan otoritas untuk calon pejabat yang akan menggantikan kepala daerah yang berakhir di 2022-2023. Pemilu serentak juga akan menguntungkan partai besar.

Karena tidak mudah untuk partai menghadapi pilkada serentak di waktu yang bersamaan. Terutama partai yang punya infrastruktur dan sumberdaya. Tentunya akan lebih solid untuk memenangkan  pilkada.

Titi Anggraini sangat berharap meminta pemerintah untuk mau melakukan Revisi terhadap UU Pemilu dan Pilkada.

Beban KPPS Begitu Berat

Titi juga melihat memang kebanyakan beban para petugas pemilu atau Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) sangat tinggi. Apalagi kala pilkada serentak, mereka harus siap kerja overload mulai sebelum, saat dan setelah pemungutan suara.

Berdasarkan dari kajian yang dilakukan Fisipol UGM, beban kerja petugas KPPS saat pemilu serentak 2019 jika dirata-rata sekitar 20-24 jam di hari H. Sementara itu, untuk mempersiapkan TPS dibutuhkan waktu 7,5 hingga 11 jam.

Dan dibutuhkan waktu delapan sampai empat puluh delapan jam untuk mempersiapkan dan menyebarkan undangan. Waktu tersebut bisa semakin tinggi di pilkada 2024 karena pilkada, pileg dan pilpres digelar pada tahun yang sama.

Apalagi jika dilakukan pada hari yang sama juga, bisa semakin berat kinerja KPPS. Karena itulah, Titi berhadap kepada pemerintah agar mau merevisi Undang Undang mengenai Pilkada dan Pemilu. Sehingga harapannya, beban pihak lain terutama penyelenggara tidak begitu berat.

Namun apa daya, semua UU memang dibuat untuk menguntungkan penguasa. Pilkada bakal tetap digelar serentak secara bertahap mulai tahun 2023. Pemungutan suara sendiri akan dilakukan pada November 2024.

Keputusan pemerintah sudah final, karena itu jika tidak setuju, tidaklah perlu mendaftarkan diri sebagai petugas KPPU. Biar mereka yang mau jihad dengan penguasa saja yang rela meninggal akibat kelelahan demi penguasa kesayangannya.

 

lilik sumarsih
Petualang,photographer dan penulis artikel tentang traveling dan alam liar

Leave a Reply

Top