You are here
Home > Politik >

Undang-undang ITE: Ancaman untuk Demokrasi?

Undang undang ITE
Bagikan Artikel Ini

Pojokjakarta.com – Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) memang menjadi salah satu tantangan besar di zaman ini. Di tengah pesatnya arus informasi dan komunikasi ini, banyak sekali hal yang menggunakan Undang-undang ITE untuk kepentingannya sendiri.

Sehingga, banyak orang yang tidak setuju dan mengisukan jika UU ITE memiliki banyak pasar karet yang bisa digunakan satu oknum untuk menjerat orang lain dengan pasal-pasalnya. Sehingga mudah bagi seseorang untuk mengkriminalkan orang lain.

Ketakutan Masyarakat dengan Pasal Karet

Ketakutan masyarakat ini tentu bukanlah omong kosong. Karena memang sudah banyak orang yang tertangkap dikarenakan pasal karet dalam UU ITE. Di tahun 2020 saja, ada 84 kasus pemidanaan warganet karena terjerat oleh UU ITE.

UU ITE ini menjadi tantangan, apalagi bagi petahana yang sekarang menjabat. Maka dari itu, harus ada tindakan tegas dari pemerintah untuk merevisi pasal karet di dalam UU ITE ini. Karena jika tidak, Demokrasi di Indonesia akan sangat terancam.

Kebebasan berpendapat adalah sebuah hak yang harus didapatkan oleh semua lapisan masyarakat. JIka pasal karet membuat mereka bungkam terhadap kebijakan pemerintahan, maka jalas, Demokrasi di Indonesia sedang terancam.

Pemerintah Memanfaatkan UU ITE

Masyarakat sebagai golongan penerima kebijakan, tentu memiliki hak berbicara. Namun jika semua pendapat yang berseberangan dengan pemerintah akan ditindak, orang-orang akan takut bersuara lagi. Hal ini adalah sebuah kenyataan pahit.

Sehingga ada kesan pemerintah juga memanfaatkan Undang-undang  ITE ini. Pemerintah berlindung pada pasal karetnya untuk menghalau semua kritik yang terlalu pedas. Memang sih, pemerintah tidak bisa disalahkah, karena kebanyakan dilakukan oleh oknum pemerintah saja.

Maka dari itu, ketegasan dari seorang pemimpin diperlukan. Di zaman ini, banyak anomali yang terjadi di jagat maya. Munculnya buzzer yang membela pemerintah adalah sebuah cara mengalihkan isu. Sehingga kesannya, ada masyarakat tertentu yang setuju dengan peraturan yang menyengsarakan rakyat.

Buzzer ini benar-benar terkesan melindungi pemerintah. Hingga banyak isu yang berkata jika buzzer ini memang disewa oleh pemerintah untuk membalikkan kata-kata atau kritik dari masyarakat. Kejadian ini tentu sangat disayangkan bisa terjadi.

Jauh lebih parah ketika Pemilu berlangsung. Buzzer berkeliaran dimana-mana tanpa nama. Menghidupi jagat sosial media dengan konten-konten yang pro dengan pemerintah dan menghujat kritik dari masyarakat.

Pemerintah ingin Masyarakat Banyak Kritik

Beberapa waktu lalu, Pemerintah Indonesia melalui Presiden Joko Widodo memberikan himbauan masyarakat untuk tidak segan mengkritik pemerintah. Hal ini tentu membuat satu hal yang kontradiktif.

Saat banyak orang ditangkap karena terjerat UU ITE, pemerintah memberikan himbauan untuk mengkritik mereka. Dengan kata lain, kata-kata itu seperti hanya sebuah retorika saja. Tidak ada jaminan bagi masyarakat akan tetap aman ketika menyalurkan aspirasi mereka.

Refleksi pada Pemerintah

Karena semuanya sudah terjadi, maka pemerintah harus tegas. JIka tetap seperti ini, hasilnya adalah menurunnya social trust masyarakat pada pemerintah yang sekarang. Sehingga jika dibiarkan, masyarakat akan mengeluarkan aksi massa untuk tidak percaya pada pemerintah.

Bagaimanapun caranya, social trust itu harus ditingkatkan kembali. Entah dengan revisi UU ITE, ataupun penegakan keadilan yang pro terhadap rakyat. Karena hal ini sudah menyangkut hak asasi manusia untuk berpendapat dan menyalurkan aspirasinya.

Jangan sampai, Undang-undang ITE ini menjadi sebab hancurnya kepercayaan masyarakat pada pemerintah. Keadilan pada rakyat adalah satu hal yang harus dinomor satukan. Karena pemerintah adalah lembaga yang dipilih oleh dan untuk rakyat.

Leave a Reply

Top