
Malaysia tidak mendeportasi pengungsi rohingya setelah sebelumnya berencana keras untuk melakukan hal demikian. Sebagai warga negara yang tidak diakui, etnis Rohingya memang sudah mengungsi ke negara tetangga seperti Bangladesh.
Malaysia pun menjadi salah satu rumah baru bagi mereka. Ratusan ribu orang telah melarikan diri akibat dari kekejaman militer kepada etnis Rohingya. Di Malaysia sendiri ada sekitar seratus ribu pengungsi Rohingya yang terdaftar.
PBB sudah mencari informasi mengenai deportasi. Seorang juru bicara mengatakan bahwa sejak tahun 2019 akhir, Malaysia sudah memblokir akses PBB ke pusat penahanan imigrasi. Jadi, PBB tidak bisa menentukan siapa yang harus diberikan status pengungsi.
Yang ada di fasilitas tersebut adalah orang orang yang rentan, termasuk anak-anak dan perempuan. Jubir PBB mengatakan bahwa orang-orang tersebut tidak boleh dideportasi. Malaysia tidak mendeportasi pengungsi Rohingya dengan kriteria tersebut.
Stabilitas politik di Asia Tenggara terguncang sejak aksi kudeta Militer Myanmar yang terjadi pada awal Februari 2021. Pihak militer negara tersebut juga menahan pejabat sipil negara, salah satunya Aung San Suu Kyi. Ia merupakan peraih nobel perdamaian. Aksi kudeta tersebut memicu unjuk rasa warga sipil.
Dideportasi Karena Mereka Dianggap Melakukan Pelanggaran
Pada pernyataannya tanggal 15 Februari, Khairul Zaimee selaku Dirjen Imigrasi Malaysia mengatakan bahwa rencana pemulangan warga Myanmar akan dilakukan dengan kapal Angkatan Laut.
Rohingya yang akan dipulangkan adalah mereka yang melakukan berbagai pelanggaran, seperti penyalahgunaan izin, tidak punya identitas dan sebagainya.
Selain PBB, Gabungan ormas Malaysia juga meminta negara tersebut berpikir ulang mengenai rencana pemulangan rohingya. Namun, akhirnya Malaysia tidak mendeportasi pengungsi Rohingya untuk saat ini. Tetapi, tidak tahu untuk kedepannya.
Azmi Abdul Aziz selaku MAPIM mengatakan bahwa deportasi terhadap rohingya saat kudeta Myanmar justru akan menciptakan rasa tidak aman bagi mereka. Saat tentara berkuasa, warga ini akan sangat terancam.
Ancaman lain juga datang karena situasi Myanmar yang semakin panas. Azmi menyarankan dalam mengatasi masalah imigran gelap, negara perlu mempertimbangkan keselamatan jiwa. Itu karena mereka yang melarikan diri penyebabnya karena terancam oleh militer Myanmar.
Rencana pembersihan Rohingya dari Myanmar juga menurut Azmi merupakan kejahatan HAM. Dan Malaysia mendukung hal tersebut. Karena itu, mengirimkan mereka kembali ke negaranya secara paksa bukan menyelamatkan malah membunuh mereka.
Sebelumnya, Tekad Malaysia Sudah Bulat Untuk Memulangkan Rohingya Meski Dikritik PBB
Sebelumnya, tekad Malaysia sudah bulat untuk memulangkan sebanyak 1200 warga Myanmar meski dikritik keras oleh PBB. Pemerintah mengatakan bahwa tidak ada hubunganya deportasi dengan kudeta Militer yang sedang memanas.
Pihak pemerintah Malaysia juga mengatakan bahwa itu merupakan program yang rutin dilakukan dengan memulangkan imigran gelap yang ditahan di detensi. Pada Jumat, 12 Februari 2021 PBB meminta Malaysia untuk membatalkan niatan memulangkan warga Rohingya.
PBB khawatir mengenai keselamatan para warga tersebut mengingat di Myanmar tengah berlangsung kudeta militer. Pihaknya was-was Rohingya justru menjadi target persekusi militer. Apalagi, Junta menangkap semua orang yang tidak sesuai dengan ideologi mereka.
Pihak imigran Malaysia sendiri mengklaim tidak ada warga yang terdaftar sebagai pengungsi dari Rohingya. Mereka juga mengklaim tidak ada warga muslim di antara mereka. Karena itu rencana deportasi akan tetap dilakukan meski PBB tidak setuju.
Rencananya, deportasi akan dilakukan 23 Februari 2021 dengan menggunakan tiga kapal angkatan laut Malaysia. Malaysia sendiri sudah menjadi rumah dari para imigran Myanmar. Mereka bertahan hidup dengan melakukan pekerjaan berat dengan upah rendah. Namun, nampaknya pemerintah Malaysia tidak mendeportasi pengungsi rohingya ini sampai batas waktu yang tidak diketahui.