Dalam kasus megaskandal Asabri, Kejagung telah menetapkan delapan orang tersangka dalam pengelola dana PT untuk periode 2011 hingga 2019. Hal ini sama seperti kasus yang terjadi pada Asuransi Jiwasraya tahun lalu. Dalam hal ini kasus manipulasi investasi yang melibatkan pihak-pihak non manajer. Sebagai akibat juga karena tidak menggunakan analisis dalam penempatan dana pensiun para TNI dan Polri.
Kronologi Kasus Dugaan Korupsi
Berdasar keterangan yang disampaikan Kejaksaan Agung, kasus bermula dari kesepakatan yang dibuat oleh manajemen Asabri dengan Bentjok dan Heru H. Kesepakatan dibuat untuk mengatur dan mengendalikan investasi dengan bentuk reksadana dan saham.
Seorang tersangka, ARD sebelumnya merupakan direktur utama PT di periode 2011 hingga 2016. Dimana dirinya melakukan kesepakatan dengan Bentjok. Sementara direktur periode selanjutnya melakukan kerjasama dengan HH.
Tetapi, kesepakatan itu malah merugikan perusahaan dan menguntungkan dua orang eksternal tersebut. Saat periode itulah, HH dan Bentjok menukar dan membeli saham Asabri dengan saham milih mereka dan salah satu tersangka lain. Keterangan versi Kejagung bahwa penempatan dana ke saham yang dimiliki ketiga pihak dinaikkan harganya sehingga bernilai lebih tinggi. Tujuannya, untuk menunjukkan portofolio investasi Asabri agar terkesan baik.
Setelah masuk portofolio, saham ternyata dijual belikan dan dibawah kendali ketiga pihak. Berdasar kesepakatan, saham harus terlihat liquid dan nilainya tinggi. Padahal itu hanya diatas kertas semata dan bernilai semu. Kerugian Asabri karena portofolionya dijual dengan harga murah dibanding harga saat membelinya. Untuk menghindari kerugian besar akibat investasi ini, saham kemudian dilepaskan ke tiga pihak dengan sistem nominee. Selanjutnya, dibeli lagi oleh Asabri lewat reksa dana dengan saham sebagai aset dasarnya.
Kerugian Negara Sampai dengan Rp23,73 triliun
Negara dirugikan sampai dengan dua puluh tiga triliyun tepatnya Rp 23,72 Triliun. Jumlah ini merupakan jumlah reksa dana yang dibentuk oleh manajemen investasi dan diputar oleh tiga orang tersangka. Ini juga merupakan nilai yang ditaksir oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dalam kasus ini Kejagung sudah menetapkan delapan tersangka, dua diantaranya ekst Dirut PT Asabri. Dua lagi yakni Bentjo dan Heru ternyata juga merupakan tersangka di kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya.
Kemenpolhukam dan Kemenhan Ikut Bersuara
Mahfud MD selaku Menkopolhukam ikut buka suara memastikan tersangka akan diadili. Menkopolhukam minta masyarakat tenang, terutama para prajurit TNI dan Polri dan juga menyebut dalam waktu dekat akan menyita aset milik para tersangka.
Ia menghimbau masyarakat agar mempercayakan kasus pada Kejagung RI. Prabowo selaku Kemenhan juga ikut bicara melalui jubirnya, Dahnil Azhar. Ia menyebut bahwa Kemenhan mendukung atas upaya penegakan hukum terhadap siapa saja pelaku korupsi.
Danlil mengatakan, Prabowo tidak ingin kasus seperti megaskandal Asabri terulang lagi. Apalagi banyak hak para prajurit di sana, dimana mereka inilah penjaga kedaulatan NKRI. Lebih jauh, ia menyebut hak prajurit TNI tetap aman di Asabri.
Hinca Panjaitan, Komisi III DPR RI juga ikut bersuara. Ia mendesak agar mengejar aset megaskandal ASABRI. Ia meminta aset yang besar dan berceceran harus diusut tuntas. Lebih lanjut, dirinya berharap agar kejaksaan Agung bisa membongkar jejak aset tersangka kemana larinya.
LPSK juga mengatakan akan memberi perlindungan terhadap saksi penting kasus korupsi Asabri. Sebelumnya, LPSK telah meminta Kejagung merekomendasikan sejumlah saksi kunci untuk bisa merekomendasikan diri ke Lembaga tersebut.
Mengingat kasus ini melibatkan banyak pihak yang punya kekuatan super power. Karena itulah, saksi atau JC punya peran besar untuk memberikan petunjuk ke penyidik. Tingkat ancaman saksi inilah pasti sangat tinggi. Karena itu perlu adanya perlindungan hukum.