Sudah hal yang umum terjadi di Indonesia, selalu ada polemik setiap aturan baru dikeluarkan. Saat ini yang sedang hangat dibicarakan adalah pajak pulsa. Polemik pajak pulsa menuai banyak kontroversi. Terlebih peraturan tersebut dikeluarkan di tengah krisis ekonomi. Dimana rakyat sedang menghadapi kesulitan ekonomi pada saat ini.
Meskipun demikian, kementerian keuangan menjelaskan alasan pajak pulsa tersebut. Sebagaimana yang dituturkan oleh staf khusus Sri Mulyani, bahwa pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai atas pulsa listrik telah ada sejak 36 tahun yang lalu. Peraturan penerapan pulsa listrik tersebut bukan hal yang baru, bahkan telah ada sejak presiden Soeharto.
Penyederhanaan PPn dan PPh
Skema pemungutan pajak baru untuk pulsa di jasa telekomunikasi untuk pulsa listrik, perdana dan voucher elektrik bertujuan sebagai kepastian hukum, untuk penyederhanaan PPn dan pph. Yustinus Prastowo mengungkapkan bahwa dasar hukum pengenaan pph dan ppn tersebut tertuang pada pp Nomor 28 tahun 1988.
Peraturan Pemerintah mengenai pajak jasa telekomunikasi tersebut ditegaskan kembali pada SE-48 PJ 31988. Dengan demikian, ppn tersebut bukan peraturan baru di bidang telekomunikasi. Ungkapan Yustinus Prastowo tersebut dikutip di Kompas.com. Tujuan penyederhanaan ppn dan pph tersebut akan memberikan banyak manfaat untuk rakyat.
Pada dasarnya penerapan ppn dan pph atas pulsa telah diterapkan sejak tahun 1983, sejak pajak berubah menjadi self assessment. Staf khusus Sri Mulyani ini pun menambahkan agar rakyat tidak perlu kaget dengan peraturan tersebut. Pada dasarnya peraturan tersebut dibuat hanya untuk menyempurnakan peraturan pada tahun-tahun sebelumnya.
Skema pemungutan pajak ini hanya berubah dari prosedurnya saja. Tarif dan dasar pengenaan pajak tidak ada yang berubah. Dengan demikian tidak akan memberatkan rakyat. Hal ini justru akan menguntungkan rakyat, sebagaimana diungkapkan oleh Staf Khusus menteri keuangan ini. Dengan demikian negara pun akan turut terbantu.
Menguntungkan Publik dan Negara
Prinsip pajak mengikat dan memaksa. Namun hal tersebut akan digunakan untuk kepentingan rakyat itu sendiri, begitu juga dengan ppn dan pph pada pulsa ini. Penetapan pajak tersebut dinilai akan lebih menguntungkan publik dan negara. Maka dari itu Kementerian keuangan menyepakati untuk membuat peraturan pajak ini.
Memang jika tidak ada edukasi dan penjelasan dari kementerian keuangan, rakyat akan merasa kaget dan seakan tarif pajak akan dinaikan. Hal tersebut tentunya dapat membuat rakyat semakin menderita, terlebih di tengah krisis ekonomi seperti saat ini. Maka dari itu, tugas utama pemerintah mengedukasi rakyat terlebih dahulu, sebelum diluncurkan peraturan baru tersebut.
Kesejahteraan rakyat dan pembangunan negara dapat terwujud,bila rakyat membayar pajak. Poin utama yang harus dipahami oleh rakyat mengenai esensi pembayaran pajak ini. Apabila rakyat telah memahami hal tersebut, maka dipastikan tidak akan terjadi polemik lagi mengenai pemungutan pajak tersebut.
Sekalipun rakyat telah memahami esensi pemungutan pajak tersebut, namun bukanlah waktu yang tepat bila membuat kebijakan mengenai pemungutan pajak pada saat ini. Maka dari itu, pemerintah harus pandai melihat situasi dengan membuat peraturan pajak di waktu yang tepat. Sekalipun terpaksa peraturan tersebut harus tetap dibuat, dibutuhkan edukasi pada masyarakat.
Polemik pajak pulsa tidak akan terjadi,bila Pemerintah dan jajaran terkait memberikan edukasi dan penjelasan kepada rakyat. Terlebih pajak pulsa tersebut hanya perubahan skema pajak saja, yang mana menyempurnakan peraturan pemerintah pada 36 tahun yang lalu. Dengan demikian, tidak akan menimbulkan kerusuhan di antara rakyat itu sendiri.