Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi (Jabodetabek) berpotensi kehilangan perputaran uang senilai Rp80-Rp100 miliar per hari bila ancaman 20 ribu warteg tutup betul-betul terjadi pada tahun ini. Ancaman tutup muncul sebab tekanan ekonomi dampak pandemi virus corona.
Proyeksi ini diutarakan oleh Mukroni, Ketua Komunitas Warteg Indonesia (Kowantara). Hitungannya bersumber dari rata-rata omzet atau pendapatan warteg yang terancam tutup mencapai Rp60 miliar.
Mukroni mengatakan perkiraan rata-rata omzet warteg sebesar Rp3 juta per hari timbul dari rata-rata pendapatan warteg skala kecil kira-kira Rp1 juta hingga Rp3 juta. Sedangkan warteg skala menengah sekitar Rp3-5 juta dan warteg besar kurang lebih Rp5-10 juta.
Sisa potensi perputaran uang yang dapat menguap bersumber dari pembelian bahan pangan dari warteg yang tutup. Taruh kata modal pembelian bahan makanan warteg kira-kira Rp1 juta hingga Rp2 juta per warteg per hari, maka jika warteg yang tutup ada 20 ribu, maka Rp20-Rp40 miliar per hari yang turut hilang.
Potensi menguapnya rotasi uang ini masih dapat lebih besar jika jumlah warteg yang ‘pailit’ naik pada tahun ini. Pasalnya, gambarannya jumlah warteg yang tutup dapat mencapai 75 persen dari total 40 – 50 ribu warteg di Jabodetabek.
Di aspek lain, Mukroni menyatakan bahwa potensi peredaran uang yang menguap ini sebenarnya belum meliputi potensi kehilangan dari pekerja warteg yang mesti menerima PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Satu warteg umumnya mempunyai 2-3 pekerja.
Jika satu pekerja bergaji sesuai UPM (Upah Minimum Provinsi) DKI Jakarta saja kira-kira Rp4,2 juta per bulan, maka jumlah peredaran uang yang berpotensi hilang dari gaji pekerja warteg yang di-PHK lantaran warteg tutup mencapai Rp168 miliar – Rp252 miliar per bulan.
Perputaran Uang 100 M Hilang Jika 200 Ribu Warteg Tutup
Dampak lainnya dari penutupan warteg juga dapat menghilangkan potensi peredaran uang dari bisnis sewa ruko. Mukroni mencatat umumnya biaya sewa yang mesti dibayar pedagang warteg sekitar Rp50 juta hingga Rp100 juta per tahun.
Komunitas Warteg Indonesia (Kowantara) menyatakan 20 ribu warteg di Jabodetabek bakalan tutup tahun ini. Ini berlangsung lantaran pengelola warteg tak sanggup lagi membayar perpanjangan sewa tempat usaha mereka.
Mukroni selaku Ketua Kowantara menerangkan modal usaha pemilik warteg telah tergerus habis-habisan gara-gara pandemi covid-19. Karena sejak pandemi meluas umumnya omzet warteg anjlok sampai 90 persen.
Ini telah setahun. Tahun ini mesti memperpanjang sewa kontrak. Sedangkan modal telah pas-pasan. Buat bayar gaji karyawan saja berat, terlebih untuk bayar sewa tempat.
Mukroni mengatakan bahwa jumlah warteg di Jabodetabek terdapat kira-kira 40.000-50.000. Diperkirakan ada penutupan warteg sampai 50% atau kira-kira 20.000 warteg.
Omzet Warteg Turun Akibat Pandemi
Pandemi sepertinya telah membuat daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah menjadi lemah. Karena banyak karyawan yang dirumahkan sehingga terkena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) sehingga pendapatannya pun ikut menurun.
Apalagi ada penerapan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di Jawa dan Bali. Ini semakin menambah derita untuk pengusaha warteg. Karena mereka mesti menutup warungnya maksimal pukul 19.00 WIB.
Disamping itu, beban pelaku usaha warteg pun meningkat akibat beberapa harga pangan melonjak seperti tempe, tahu, dan cabai.
Menurut laporan yang diterima, penutupan warteg kemungkinan besar terjadi di Jakarta. Hal ini lantaran biaya sewa di Jakarta lebih mahal daripada di wilayah pinggiran Jakarta.
Tetapi mau pindah ke pinggiran Jakarta juga sama saja sebab tahun ini tetap mesti bayar memperpanjang sewa.
Menurut Mukroni, susah bagi pelaku usaha untuk bertahan. Karena belum ada kepastian bila daya beli masyarakat akan pulih tahun ini.
Pada 2021 sempat ada gambaran baik, tetapi ternyata kondisinya tak jelas. Rumah sakit penuh, kasus penularan naik. Sedangkan modal usaha tak ada. Harapan ke depan juga tak jelas. Alhasil lebih baik tutup saja.
Untuk itulah Kowantara melalui Mukroni berharap adanya bantuan nyata dari pemerintah kepada kaum pedagang warteg. Pasalnya usaha ini amat tertekan sepanjang pandemi, di mana omzet pendapatan anjlok sampai 90 persen di sebagian besar warteg.
Bagaiamana tanggapan pemerintah? Apakah dibiarkan saja sehingga semua warteg tutup dan perputaran uang pun hilang.