Erick Thohir, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memastikan akan terus mengawal program pengembangan industri Electrical Vehicle/EV atau kendaraan listrik. Dalam waktu tidak lama, mantan bos klub Sepakbola Inter Milan itu akan melaksanakan penjajakan kerja sama dengan Tesla. Tesla adalah perusahaan EV yang berasal dari Amerika Serikat. Indonesia gaet Tesla untuk bikin mobil listrik.
Menurut Erick, pengembangan EV merupakan solusi untuk mengurangi berpindahnya devisa ke luar negeri.
Berdasarkan RUEN (Rencana Umum Energi Nasional) tahun 2025, Pemerintah Indonesia menargetkan akan membuat mobil listrik sejumlah 2.200 unit dan motor listrik sejumlah 2,13 juta unit.
Jumlah tersebut naik menjadi 4,2 juta unit mobil (EV) dan 13,3 juta unit motor setrum pada 2050 nanti. Guna menunjangnya, pemerintah menetapkan sasaran pembangunan SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum) mencapai 2.400 titik sampai 2025.
Mobil Listrik Turunkan Impor BBM
Mamit Setiawan, pengamat dari Energy Watch menilai positif langkah yang diambil Menteri Erick. Terlebih Indonesia memiliki cadangan nikel, salah satu bahan utama baterai, paling banyak di dunia.
Berdasarkan data Mineral Commodity Summaries 2019 dari USGS (United State of Geological Survei) tahun 2019, Indonesia memiliki cadangan nikel paling besar di dunia yakni sebesar 21 juta ton nikel pada 2018. Dan, tingkat produksi tambang pada tahun itu sebesar 560 ribu ton nikel.
Menurut fakta itu ada kesempatan besar untuk perusahaan BUMN guna menguasai industri EV. Terutama yang bergerak di usaha pertambangan nikel.
Harapan yang lainnya adalah pembangunan EV dapat menurunkan impor produk Bahan Bakar Minyak (BBM) ataupun minyak mentah. Kini Indonesia mengimpor 1,5 juta barrel setiap hari untuk BBM dari Qatar, Malaysia, Singapura, dan Arab Saudi.
Secara langsung ini akan membantu keuangan negara sehingga Current Account Deficit (CAD) tidak terlalu jauh defisitnya.
Indonesia Jadi Pemain Utama Industri EV
Kendati perusahaan mobil listrik asal Amerika Serikat, Tesla, berniat membangun pabriknya di Indonesia. Tetapi bila tak ada kebijakan yang tegas, maka rencana pembangunan EV akan berat untuk direalisasikan.
Oleh karena itu tetap perlu kemampuan beradaptasi masyarakat, harga yang ramah, kesiapan infrastruktur, dan regulasi yang mendukung. Ini pun penting dipikirkan. Mesti ada cetak biru yang jelas.
Adapun BUMN yang bakal mengerjakan proyek besar ini ialah PLN, Pertamina, dan PT. Aneka Tambang (Antam). Antam akan berperan dalam penambangan dann pengolahan nikel sulfat. Proyek EV Battery di Indonesia ini diprediksi akan mencapai USD20 miliar atau setara Rp280,02 triliun.
Besarnya investasi yang dikeluarkan itu telah sesuai dengan yang akan diperoleh perseroan. Pasalnya pemerintah tidak cuma menawarkan akses ke pasar dalam negeri saja, melainkan potensi 600 juta penduduk dari pasar ASEAN (Asia Tenggara).
Sebelumnya Zulkifli Zaini, Direktur Utama PLN menyatakan, berbagai studi dan perencanaan telah dilakukan untuk mempercepat pembangunan EV di Indonesia.
PLN telah siap menunjang ekosistemnya. Mendorong perubahan itu tidak gampang dan mustahil dilakukan sendiri. PLN perlu dukungan penuh dari stakeholder dan mitra.
Kesungguh-sungguhan pemerintah untuk mengembangkan industri mobil listrik ini dapat dilihat dari aksi Menteri Erick yang sudah melakukan uji coba naik mobil listrik Hyundai Loniq. Menurutnya, BBM mobil listrik Jakarta-Bali cuma menghabiskan biaya Rp200 ribu. Sedangkan bila mengendarai kendaraan konvensional kita perlu BBM hingga Rp1,1 jutaan.
Menurut Menteri Erick, Indonesia akan menjadi pemain utama dalam industri mobil listrik ini. Hal ini ditunjang oleh sumber daya nikel Indonesia yang paling besar di dunia. PLN pun telah ikut dalam konsorsium BUMN bagi pembuatan V battery bekerja asama dengan perusahaan dari China dan Korea. Karena itu diminta kepada semua pihak untuk menjaga ketahanan energi nasional.