Sepekan sesudah pemilihan kepala daerah atau Pilkada berlangsung, terjadi peningkatan kasus virus corona yang membangun klaster pilkada di sejumlah wilayah di Indonesia.
Di Banten, Satgas penanganan Covid-19 menyebutkan klaster pilkada berlangsung di 4 wilayah yang melangsungkan pesta demokrasi. Yakni Kabupaten Pandeglang, Cilegon, Tangerang Selatan, dan Serang.
Selanjutnya di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, petugas pemilu, tim sukses, sampai pasangan calon terjangkit virus corona.
Ahli epidemiologi dari UI (Universitas Indonesia) mengatakan salah satu penyebab terbentuknya klaster pilkada adalah lantaran lemahnya penelusuran kontak yang dilaksanakan di tengah penyelenggaraan pesta demokrasi yang mendorong kerumunan massa.
Sebelumnya Menko Polhukam, Mahfud MD menyatakan pelaksanaan pilkada di saat pandemi tak menimbulkan klaster baru Covid-19.
Klaster Pilkada di Tahapan Pemilu
Pada 9 Desember 2020 yang lalu, Indonesia mengadakan pemungutan suara untuk pemilihan 279 kepala daerah di tengah pandemi virus corona.
Akibatnya, terbentuk klaster virus corona di daerah-daerah yang melangsungkan pilkada, seperti di Jawa Tengah dan Banten.
Di Banten Jubir SatGas Penanganan Covid-19, Ati Pramudji Hastuti, menerangkan klaster pilkada timbul di empat daerah yang menyelenggarakan pemilu, yakni Kabupaten Pandeglang, Cilegon, Tangerang Selatan, dan Serang.
Menurut data percepatan penanganan Covid-19 di Indonesia, ada 3 daerah di Banten yang masuk ke dalam kategori berisiko tinggi zona merah, yakni Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Serang.
Keseluruhan kasus di Banten pada 17 Desember, kasus positif sebanyak 16.157 dengan 13.277 kesembuhan dan meninggal berjumlah 478 orang.
Sedangkan di Purbalingga, klaster ini menjalar yang mengakibatkan 2 anggota tim sukses pasangan calon meninggal, calon bupati terkena infeksi, dan pula petugas pemilu.
Kesalahan terbesar ada di penelusuran kontak
Tri Yunis Miko, seorang ahli epidemiologi dari UI (Universitas Indonesia), mengatakan terdapat timbulnya klaster pilkada dikarenakan oleh lemahnya contact tracing (penelusuran kontak) yang dilakukan.
Akibatnya kemungkinan yang terkena infeksi melakukan interaksi dengan orang lain amat besar di tengah kerumunan orang dalam penyelenggaraan pilkada.
Kedua, pedoman Menteri Kesehatan tidak memeriksa pada kontak tanpa adanya gejala sehingga OTG tak dapat ditangkap dengan patokan tersebut. Akhirnya, orang terkena infeksi, terlebih yang tanpa gejala kemudian keluyuran dan besar kemungkinan terbentuk klaster pilkada.
Dengan penelusuran kontak yang tepat bisa memutus rantai penyebaran. Contact tracing tak dilakukan layaknya telur setengah matang. Jadi akan mudah rusak, terkena semuanya.
Kata Yunis, berkurangnya penelusuran kontak dikarenakan penambahan kasus yang luar biasa tanpa diimbangi oleh jumlah petugasnya. Itu butuh dana banyak, makanya tidak masif dilaksanakan.
Menurut data percepatan penanganan Covid-19 di Indonesia pada 17 Desember 2020, keseluruhan kasus positif naik 7.354 kemarin menjadi sebanyak 643.508. Dengan jumlah kematian sebanyak 19.390 jiwa, sedangkan untuk yang bisa sembuh jumlahnya 526.979 orang.
Sekarang jumlah kasus bertambah kira-kira 4 kali lipat ketimbang 4 September 2020 yang lalu. Ketika pendaftaran calon pilkada dibuka yang jumlahnya kira-kira 180 ribu kasus.