Amerika Serikat (AS) dan China telah lama mengotot. Bagaimanakah tindakan Presiden terpilih AS Joe Biden nantinya masih jadi tanda tanya.
Dalam forum Xiangshan yang mempertemukan ahli kebijakan militer dan internasional, mereka mempersoalkan susunan kontrol senjata yang disahkan pada akhir Perang Dingin antara Rusia dan AS.
Buat dikenali, AS di bawah pemerintahan Trump telah lama cemas mengenai pengembangan nuklir yang dilakukan China. Politisi Republik tersebut sudah bersikukuh memohon China bersatu dalam Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis AS-Rusia (New START) 2010.
Hubungan China – AS Setelah Joe Biden Terpilih
China menampik bergabung dalam New START 2010. Dalihnya, persenjataan nuklirnya jauh lebih kecil. China pun memohon, baik AS dan Rusia kurangi persediaannya terlebih dulu. Beberapa akademisi dan penasihat militer menganjurkan China supaya memperbaiki dialog yang berhubungan dengan kepemilikan senjata.
Berhubungan dengan hal ini, Dekan Institut Hubungan Internasional Universitas Tsinghua, Yan Xuetong, mengaku, terpilihnya Biden belum pasti berakibat pada pulihnya hubungan China-AS.
Ketidakpastian masih bakal jadi ciri khas pada tahun-tahun yang akan datang. Dunia tentu bakal jadi lebih kacau, ujarnya dalam forum itu.
Menurut Yan Xuetong, Joe Biden bakal mengambil pendekatan multilateral. Di waktu yang sama, China malah bakal kian mendesak. Seperti dilansir dari South China Morning Post kemarin, pejabat militer negeri adikuasa tersebut menganjurkan revolusi teknologi bila ingin lebih superior dari Beijing.
Miley Butuh Kecerdasan Buatan untuk Pasukan Militer AS
Buat jaga-jaga, Kepala Staf Gabungan Angkatan Bersenjata AS, Jenderal Mike Milley menyatakan, kecanggihan teknologi dan kemampuan robot dan kecerdasan buatan butuh dikembangkan pasukan militer dalam mengalahkan dominasi Negeri tirai Bambu tersebut.
Tak cuma itu, Milley pun menyatakan, pasukan yang berjumlah lebih kecil dan sanggup dipersenjatai rudal jarak jauh butuh disebar di seluruh Asia. Kita ada di tengah transformasi utama dalam model perang. Ucap Milley seperti dilansir South China Morning Post.
Berhubungan dengan pergantian utama itu, Milley menyoroti keperluan amunisi berpemandu akurasi, drone, peranti robotik yang lain, dan komunikasi satelit mutahir. Menurutnya, pihak yang mendominasi berbagai segi teknologi itu bakal jadi kunci dalam perang.
Bila kita meningkatkan kecerdasan buatan dan Anda melaksanakan kerja sama manusia-mesin dan yang lain, kita bakal mempunyai perubahan utama, terang Milley. Ia pun menyatakan, senjata robotik bakal ada di banyak bidang dalam 10 ataupun 15 tahun yang akan datang.
Milley merasa, China bakal dapat melaksanakan pergantian itu secara mudah. Mereka tak mau menyamai kita, tetapi melebihi kita, menguasai kita, bisa melawan kita dalam perselisihan bersenjata.
Pemikiran ini seakan bertolak belakang dengan misi Joe Biden. Politikus Demokrat tersebut menyatakan, AS mesti kurangi kegarangan militernya di luar negeri. Mantan Wakil Presiden zaman Presiden Obama tersebut menganggap, pangkalan permanen di tempat-tempat seperti Korea Selatan dan Bahrain menjadikan pasukan AS, keluarga dan staf mereka ada di kedudukan membahayakan.