Paus Fransiskus mengangkat 13 kardinal baru, Sabtu (28/11). Seorang di antara pejabat senior baru di Gereja Katolik Roma tersebut, adalah imam dari Amerika Serikat yang berdarah Afrika, yang memiliki nama Wilton Gregory.
Gregory dilantik pada sebuah seremoni di Vatikan. Semua peserta upacara tersebut menggunakan masker muka. Sejumlah peserta yang lain turut dan lewat video.
Gregory adalah Uskup Agung Washington DC yang berumur 72 tahun. Ia diberitahukan akan jadi salah seorang kardinal baru, Oktober silam.
Paus Fransiskus Angkat Kardinal
Kaum kardinal yang sering berjubah merah ialah pastor paling senior di Gereja Katolik Roma. Posisi mereka setingkat di bawah Paus.
Salah satu kewajiban mereka ialah memilih Paus. Pimpinan Vatikan tersebut diseleksi dari golongan kardinal di dalam suatu pertemuan rahasia yang terkenal dengan sebutan konklaf.
Merujuk ketetapan Vatikan, 4 kardinal baru yang berumur di atas 80 tahun tak akan direstui memberikan suara terhadap konklaf selanjutnya.
9 kardinal baru yang berhak mengeluarkan suaranya di forum tersebut, tidak hanya Gregory yang asalnya dari AS, mereka memiliki kewarganegaraan Meksiko, Brunei Darusalam, Chile, Filipina, Rwanda, Malta, dan Italia.
Upacara pelantikan kardinal, yang terkenal selaku konsistori, dipersingkat lantaran pandemi Covid-19. Tiap-tiap orang yang tampil di seremoni tersebut mengenakan masker, kecuali Paus Fransiskus.
Tiap-tiap kardinal baru melepas masker saat mereka membungkuk di hadapan Paus untuk dilantik.
Paus Fransiskus yang asalnya dari Argentina ini telah mengetuai Vatikan mulai dari tahun 2013 lalu ini sudah mengangkat lebih dari separuh dari keseluruhan 128 kardinal.
Siapakah Wilton Gregory?
Ia merupakan imam yang ditahbiskan jadi pastor mulai dari berumur 25 tahun. Gregory jadi Uskup Agung Washington pada Mei 2019.
Ia menempati posisi tersebut untuk mengambil alih Kardinal Donald Wuerl, yang mengundurkan diri di tengah kasus dugaan pelecehan seksual.
Di AS, Kardinal Gregory nampak sangat mencolok dalam usaha menghentikan pelecehan seksual di gereja.
Pada tahun 2002, selaku Presiden Konferensi Uskup AS, ia menarik hati kaum pemimpin gereja untuk menjatuhkan hukuman yang lebih berat bagi kaum pelaku kekerasan seksual.
Kardinal Gregory pernah melayangkan kritik kepada mantan Presiden AS, Donald Trump, yang ia sebut-sebut telah menggunakan kunjungan Trump itu ke situs keagamaan demi kepentingan politiknya.
Gregory menegur Trump ketika sang presiden datang ke tempat suci St John Paul II di Washington, ia menamai tindakan Trump tersebut membingungkan dan tercela.
Kunjungan itu dilakukan Juni kemudian, sehari sesudah Trump memerintahkan pembubaran unjuk rasa damai di dekat Gedung Putih.
Uskup agung menyatakan St Yohanes Paulus II tentu tak akan memaafkan pemakaian gas air mata dan perlengkapan yang lain untuk menyumpal, mendakwahkan ataupun mengintimidasi pengunjuk rasa, cuma untuk peluang difoto di hadapan tempat ibadah dan perdamaian.
Banyak umat Katolik konservatif mengkritik Gregory atas statment tersebut.