
Pengadilan Korea Selatan menjatuhkan hukuman 40 tahun penjara pada Cho ju-bin, pimpinan jaringan pelecehan seks online paling besar di negeri itu.
Cho ju-bin ditetapkan bersalah mengatur kamar obrolan ataupun chatroom berbayar. Tempat ia memeras puluhan wanita muda guna memproduksi video seks, tidak jarang memperlihatkan pemerkosaan dan kekerasan.
Ia lalu memasarkan video-video itu dengan cara daring lewat Telegram, suatu layanan perpesanan terenkripsi.
Dari aspek korban, sebanyak 74 orang — termasuk 16 wanita di bawah usia — dimanfaatkan oleh Cho.
Tertuduh mengedarkan konten pelecehan seks dengan cara luas yang ia buat dengan menarik hati dan mengintimidasi korban-korban.
Pengadilan tersebut mengatakan Cho bersalah melanggar undang-undang perlindungan anak dan mengatur jaringan kejahatan yang membuat dan memasarkan video mengandung pelecehan untuk meraih keuntungan.
Jaringan kejahatan yang dibangun sarjana berumur 25 tahun itu memasarkan video-video dengan cara memeras kaum korbannya lewat chatroom rahasia pada aplikasi Telegram.
Pada Maret silam, suatu komisi kepolisian menjalani tindakan yang jarang dikerjakan, yakni mempublikasikan nama Cho sesudah 5 juta orang meneken petisi untuk memaksa identitasnya dibeberkan.
Kaum pegiat perlindungan wanita menyoroti kasus ini dengan cara saksama. Alasannya, pengadilan di Korsel sering dituduh berperan terlampau ringan pada pelaku kejahatan seks di alam maya.
Lebih dari 80.000 tulisan petisi diantarkan ke pengadilan untuk mendesak hakim-hakim menghukum komplotan Cho. Salah satu tulisan dari korban menjuluki Cho selaku iblis.
Hukuman 40 tahun pada Cho yang diberitahukan pada Kamis 26 November 2020 sebenarnya lebih ringan dibanding gugatan dari jaksa-jaksa, yakni hukuman penjara seumur hidup.
5 terpidana lain dijatuhi hukuman penjara dengan waktu berbeda, antara 7 sampai 15 tahun.
Modus Kejahatan Cho ju-bin
Cho dan orang-orang tampaknya menarik hati korban dengan tawaran pekerjaan yang memberikan keuntungan selaku model ataupun teman kencan di media sosial.
Tiap-tiap wanita yang menanggapi disalurkan ke account Telegram, objek pelaku berupaya menjadikan mereka memberikan keterangan pribadi; nama, nomor telepon dan alamat, dan keterangan apa saja yang bisa dipakai buat memeras korban.
Mereka pun memohon gambar-gambar porno yang menurut mereka dibutuhkan buat memperoleh pekerjaan. Ini kelak akan dipakai buat memeras gadis-gadis untuk memproduksi film dan membagikan video. Umumnya video itu memperlihatkan aksi intim yang kelewat batas dan melukai dirisendiri.
Cho dengan cara jelas menamai perempuan-perempuan itu budak dan terkadang menjadikan kaum korban menjuluki diri mereka selaku budak dokter.
Ruang Dokter yang dibangun Cho di Telegram, menagih pemakai sampai USD1.245 atau setara Rp17,4 juta rupiah selaku biaya langganan. Berdasar media Korea, 8 Nth Room yang lainnya hadir sebelum chatroom Cho dibangun.